Tuesday, 20 December 2016

Menunjukkan Sikap Positif terhadap Pancasila


       Kesediaan untuk melaksanakan nilai-nilai secara nyata melalui tindakan menunjukkan tanggung jawab hidup yang harus dihormati dan dihargai secara tinggi. Sebaliknya, penelantaran dan pelanggaran terhadap nilai-nilai yang telah dibuat dan disepakati bersama merupakan tindak penyelewengan dan pengkhianatan yang sulit diampuni dan harus mendapat sanksi yang setimpal. Sebagai dasar negara dan ideologi negara, Pancasila harus menjadi pedoman dalam setiap perkataan dan tindakan semua warga negara serta menjadi landasan dalam pembuatan kebijakan pemerintah dan semua lembaga negara. Nilai-nilai Pancasila harus dihayati dan diamalkan melalui tindakan nyata oleh semua komponen bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

A.   Sikap Positif terhadap Pancasila
       Pancasila wajib dihadapi dengan sikap positif oleh semua unsur dalam tubuh bangsa Indonesia. Sikap positif tersebut harus diwujudkan dengan menerima Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta meyakini dan mempercayai kebenaran dan keunggulannya sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi, yang lebih utama, sikap positif itu harus diwujudkan dengan menghayati dan mengamalkan secara nyata nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila.

       Dengan demikian, yang menjadi tolok ukur utama sikap positif terhadap Pancasila adalah penghayatan dan pengamalan nilai-nilainya dalam kehidupan. Sikap menerima dan mengakui saja belum cukup. Tanpa dihayati dan diamalkan, Pancasila beserta nilai-nilainya yang luhur dan agung itu hanya sebatas menjadi semboyan dan hiasan yang indah, tetapi kurang memberikan makna dan manfaat yang nyata bagi kehidupan kita.

B.   Belajar dan Becermin dari Pengalaman Masa Lalu 
       Untuk menentukan sikap positif yang benar terhadap Pancasila, kita dapat melihat sekaligus belajar dan becermin dari pengalaman masa lalu dalam memperlakukan Pancasila. Sejak dijadikan dasar dan ideologi negara, Pancasila mengalami pasang surut dalam penghayatan dan pengamalannya oleh bangsa Indonesia. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa sikap yang hanya menjadikan Pancasila sebagai semboyan tanpa penghayatan dan pengamalan, dapat menjadikan kita lalai dan bahkan akhirnya menyalahgunakan nilai-nilai Pancasila untuk kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan. Sebagai akibatnya, kehidupan yang kita alami bukannya menjadi lebih sejahtera, beradab, aman, tertib, maju, dan bermartabat, melainkan penuh pelanggaran hukum, etika, dan moral yang menjerumuskan kita pada krisis berkepanjangan.

       Peristiwa tragis semacam itu kenyataannya pernah dialami bangsa Indonesia. Oleh karena Pancasila hanya dijadikan semboyan atau slogan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa kita mengalami dua kali krisis berat. Pertama kita mengalaminya pada masa pemerintahan Orde Lama dan kedua pada masa pemerintahan Orde Baru. Di bawah pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru, bangsa kita mengalami kehidupan yang sangat berat dan kacau akibat nilai-nilai Pancasila tidak dihayati dan diamalkan sebagaimana mestinya, melainkan malah banyak sekali dilanggar oleh pemerintah yang berkuasa.

       Pada masa Orde Lama, pemerintah banyak sekali melakukan pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila. Pemimpin pemerintahan dan negara, yakni Presiden Soekarno, men-jalankan pemerintahan dengan otoriter, sementara pejabat pemerintah lain banyak melakukan korupsi, kolusi, dan manipulasi. Akibatnya, terjadi kekacaubalauan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial.  Akibat selanjutnya, kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi goyah dan kehilangan arah. Rakyat yang sangat tertekan akhirnya mengajukan keberatan dan demonstrasi sehingga pemerintahan pun akhirnya jatuh dan tersingkir.

       Selepas pemerintahan Orde Lama, berkuasa pemerintahan baru yang menamakan diri pemerintah Orde Baru. Di bawah pimpinan Presiden Soeharto, pemerintah Orde Baru tampil dengan tekad untuk mengoreksi kesalahan pemerintahan Orde Lama. Orde Baru menjalankan pemerintahan dengan tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dengan murni dan konsekuen.

       Namun, pemerintahan Orde Baru terbukti melakukan kesalahan yang sama dengan pemerintahan yang digantikannya. Dalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila, Orde Baru bahkan melakukan kesalahan yang lebih parah dibandingkan Orde Lama. Pemerintah Orde Baru tidak hanya melanggar nilai-nilai Pancasila, tetapi juga menyalahgunakan Pancasila untuk mempertahankan dan melanggengkan kekuasaannya yang menyimpang. Selama berkuasa kurang lebih 32 tahun, Orde Baru melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan sistematis. Mereka juga banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius. 

       Krisis pun akhirnya terjadi. Krisis yang muncul amat berat dan parah. Krisis terjadi dalam semua bidang kehidupan sehingga disebut krisis multidimensi. Kehidupan  politik,  ekonomi, hukum, sosial, dan sebagainya mengalami kekacauan luar biasa. Krisis moral juga terjadi pada semua lapisan masyarakat. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara keseluruhan sangat kacau, tidak terkendali, dan berjalan ke arah jurang kehancuran. Adapun hukum nyaris tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 

       Gelagat kehancuran dan perpecahan saat itu jelas sekali terlihat. Banyak tokoh dan pemimpin terlibat pertentangan. Beberapa provinsi, seperti Aceh, Irian Jaya (Papua), Riau, dan Kalimantan Timur, berusaha memisahkan diri menjadi negara merdeka. Masyarakat di berbagai daerah hampir setiap hari melakukan kerusuhan dan terlibat bentrokan fisik. Perusakan, penculikan, dan bahkan pembunuhan terjadi di mana-mana.

       Krisis hebat akibat penyelewengan rezim Orde Baru tersebut terjadi sekitar tahun 1997 hingga 1999. Krisis belum dapat diakhiri sepenuhnya kendatipun pemerintah Orde Baru sendiri sudah tersingkir dari kekuasaan (pada Mei 1998). Utamanya krisis ekonomi yang menyebabkan harga barang-barang kebutuhan pokok melambung tinggi dan tak terjangkau masyarakat, sampai sekarang masih belum dapat diatasi dengan memuaskan. 

C.   Menghayati dan Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila
       Sekarang menjadi jelas bahwa sebagai dasar dan ideologi negara, Pancasila harus dihayati dan diamalkan nilai-nilainya oleh semua unsur dalam diri bangsa Indonesia. Penghayatan dan pengamalan tersebut harus dilakukan dengan nyata dalam berpikir, bersikap, dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pengalaman masa lalu yang sudah dipaparkan di depan menunjukkan bahwa tanpa penghayatan dan pengamalan nilai-nilainya, Pancasila tidak akan menjadikan kita dengan sendirinya mampu meraih tujuan hidup berbangsa dan bernegara. 

       Tanpa penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila, kita seolah-olah tidak memiliki dasar dan ideologi negara karena Pancasila cenderung dijadikan slogan dan hiasan saja. Pancasila hanya sebatas digembar-gemborkan, tetapi tanpa penghayatan dan pengamalan, nilai-nilainya seolah-olah telah dilupakan atau bahkan dicampakkan. Dalam keadaan seperti itu, kita seperti tidak memiliki pedoman untuk menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga kita mudah tergoda untuk berpikir dan berperilaku negatif yang akhirnya mengundang kekacauan dan krisis. Hal itu terbukti dengan meyakinkan lewat pengalaman pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru. 

       Demikianlah, penghayatan dan pengamalan Pancasila harus kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan nyata. Hal itu harus kita lakukan dalam semua bidang kehidupan. Nilai-nilai Pancasila harus diterapkan sejak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, hingga pemerintahan. Sudah seharusnya setiap warga negara, terutama para tokoh masyarakat, aparat pemerintah, aparat hukum, wakil rakyat, anggota lembaga tinggi negara, serta pemimpin negara, lebih serius memperlihatkan tingkah laku yang benar-benar mencerminkan nilai-nilai Pancasila.

       Dengan penghayatan dan pengamalan lewat pikiran, perbuatan, dan kebijakan, nilai-nilai Pancasila tidak hanya menjadi kata-kata indah yang menakjubkan, tetapi akan mampu mengantarkan Indonesia menjadi bangsa dan negara yang maju, adil, dan sejahtera. Dengan penghayatan dan pengamalan yang nyata, Pancasila akan menjiwai kepribadian bangsa dan negara kita. Jika sudah demikian, tanpa digembar-gemborkan sekalipun, Pancasila akan mengarahkan pikiran, tindakan, dan kebijakan kita pada nilai-nilai positif sehingga kita akan lebih mudah mewujudkan cita-cita atau tujuan dasar hidup berbangsa dan bernegara. 

1.    Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat
       Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam hidup bermasyarakat di antaranya dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.  Sebagai bentuk penghayatan dan pengamalan Pancasila secara nyata di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, setiap individu harus mengutamakan perbuatan yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Berikut ini dipaparkan contoh-contoh perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. 

a. Penghayatan dan Pengamalan Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” 
       Perilaku pokok dalam menghayati  dan mengamalkan sila pertama ialah percaya dengan keberadaan Tuhan serta memeluk salah satu agama. Setiap warga negara harus mempercayai adanya Tuhan serta memeluk agama yang diakui dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Contoh perbuatan yang harus dilakukan setiap warga negara adalah sebagai berikut:
  1. bertakwa kepada Tuhan dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan menurut ajaran agama yang dianut; 
  2. menjalankan ajaran dan moral agamanya masing-masing dalam hidup berkeluarga, bertetangga, dan bermasyarakat;
  3. menghormati, menghargai, dan bertoleransi terhadap pemeluk dan kegiatan peribadatan agama lain; serta
  4. membina kerukunan dan kedamaian hidup dengan sesama pemeluk agama-agama lain.

b.    Penghayatan dan Pengamalan Sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” 
       Perilaku pokok dalam menghayati dan mengamalkan sila kedua ialah menghar-gai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan peradaban. Setiap warga negara harus menghormati dan menghargai sesamanya dengan berlaku adil dan melakukan tindakan yang bermartabat. Contoh perbuatan yang harus dilakukan setiap warga negara adalah sebagai berikut:
  1. sayang dan bersikap adil terhadap sesamanya tanpa melihat suku, agama, golongan, status sosial, dan perbedaan-perbedaan lain; 
  2. melaksanakan hak dengan cara tidak melanggar hak-hak orang lain serta serta ketertiban dan kepentingan umum; 
  3. menjauhi perbuatan yang dapat menyebabkan terlanggarnya hak-hak orang lain; serta
  4. sopan, hormat, dan toleran terhadap sesama.

c.     Penghayatan dan Pengamalan Sila “Persatuan Indonesia” 
        Perilaku pokok dalam menghayati  dan mengamalkan sila ketiga ialah menjaga dan mempertahankan persatuan bangsa Indonesia.  Persatuan bangsa yang terdiri atas berbagai suku dipertahankan dengan senantiasa menjaga kerukunan dan kedamaian hidup antarwarga negara. Contoh perbuatan yang harus dikembangkan setiap warga negara adalah sebagai berikut:
  1. mengakui, menghargai, dan menghormati  sesama suku yang tinggal dan hidup di Indonesia; 
  2. membina hubungan yang baik dengan individu dan masyarakat dari suku lain;
  3. melakukan kerja sama dengan kelompok atau organisasi lain dalam memperingati hari besar nasional;
  4. mengutamakan kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi, kelompok, golongan, dan suku; serta 
  5. menghargai pelaksanaan kebiasaan dan adat istiadat yang dilakukan suku lain.

d.    Penghayatan dan Pengamalan Sila  “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” 
        Perilaku pokok dalam menghayati dan mengamalkan sila keempat adalah menghargai dan melaksanakan musyawarah dan demokrasi. Keputusan bersama dibuat melalui jalan musyawarah. Pengambilan keputusan juga harus dilakukan dari, oleh, dan untuk kepentingan bersama. Contoh perbuatan yang harus dikembangkan setiap warga negara adalah sebagai berikut:
  1. mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan dan membuat keputusan yang menyangkut kepentingan bersama;
  2. menghargai, menghormati, dan melaksanakan keputusan yang diambil bersama melalui musyawarah; 
  3. memberi kesempatan kepada anggota masyarakat atau anggota kelompok untuk menyampaikan pandangan, kepentingan, dan aspirasinya; serta
  4. menyampaikan pandangan dan aspirasi melalui jalur dan prosedur yang sudah disepakati bersama.

e.    Penghayatan dan Pengamalan Sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat             Indonesia” 
       Perilaku pokok dalam menghayati dan mengamalkan sila kelima adalah mengusahakan terwujudnya keadilan bersama. Harus diperjuangkan agar keadilan yang merata dalam semua bidang kehidupan dapat dinikmati bersama-sama. Terkait dengan hal ini, contoh perbuatan yang harus dikembangkan setiap warga negara adalah sebagai berikut:
  1. berlaku adil terhadap sesama tanpa memandang suku, agama, jenis kelamin, golongan, dan perbedaan-perbedaan lain;
  2. aktif dan ikut bertanggung jawab dalam upaya menciptakan keadilan yang merata di tengah kehidupan masyarakat; serta
  3. mendukung upaya untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial, ekonomi, hukum, dan sebagainya secara adil.

2.    Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
       Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berarti penghayatan dan pengamalan dalam kegiatan resmi kenegaraan. Pelaksanaannya terutama terkait dengan pengambilan keputusan dan kebijakan oleh pemerintah bersama lembaga perwakilan rakyat dan lembaga tinggi negara lainnya. Dengan demikian, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama adalah pemerintah, DPR, MPR,  MA,  MK (Mahkamah Konstitusi), dan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain. 

       Keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam penyelenggaraan negara sangat menentukan nasib bangsa dan negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan negara mutlak harus dilakukan jika kita menghendaki krisis besar seperti pada zaman Orde Lama dan Orde Baru tidak terulang lagi. Pemerintahan baru pada era reformasi saat ini tidak boleh mengulangi kesalahan, yakni mengabaikan dan menyalahgunakan Pancasila, seperti yang dilakukan pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru pada masa lalu. Demikian juga para anggota DPR, MPR, MA, MK, dan lembaga tinggi negara lain tidak boleh melakukan praktik yang sama seperti yang dilakukan para pendahulunya pada masa Orde Lama dan Orde Baru.

       Para aparat hukum, pejabat pemerintah, dan pejabat lembaga tinggi negara wajib menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila melalui perilaku pribadi dan pelaksanaan kerja dalam penyelenggaraan negara. Nilai-nilai Pancasila harus senantiasa diwujudkan dalam setiap tugas penyelenggaraan negara. Contoh-contoh perilaku ketatanegaraan yang menunjukkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dapat dilihat dalam uraian berikut. 

a.     Penghayatan dan Pengamalan Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” 
        Hal pokok dalam menghayati dan mengamalkan sila pertama dalam penyelenggaraan negara ialah setiap keputusan dan kebijakan negara harus didasari oleh moral agama. Keputusan dan kebijakan negara diupayakan tidak bertentangan dengan moral agama. Contoh-contoh pelaksanaannya dalam penyelenggaraan negara adalah sebagai berikut.
  1. Pelaksanaan tugas aparat hukum, pemerintah, dan anggota lembaga tinggi negara dilandasi oleh nilai-nilai agama sehingga penyelenggaraan negara dapat terhindar dari berbagai penyelewengan, seperti kolusi, korupsi, nepotisme, pelanggaran hak asasi manusia, serta penyalahgunaan wewenang dan jabatan.
  2. Kebijakan negara dalam aspek agama dapat mendorong setiap umat beragama khususnya dan bangsa umumnya untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  3. Keputusan dan kebijakan negara dalam aspek agama dapat meningkatkan kerukunan dan kedamaian hidup antarumat beragama.

b.    Penghayatan dan Pengamalan Sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” 
       Hal pokok dalam menghayati dan mengamalkan sila kedua dalam penyelenggaraan negara adalah setiap keputusan dan kebijakan negara dapat menjamin pengakuan, perlindungan, dan penegakan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan peradaban. Keputusan dan kebijakan negara harus bersifat menghormati hak asasi warga negara, adil, dan bermartabat. Berikut adalah contoh-contoh pelaksanaannya dalam penyelenggaraan negara.
  1. Keputusan dan kebijakan negara dapat meningkakan kualitas kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya.
  2. Keputusan dan kebijakan negara tidak melanggar hak asasi manusia yang dimiliki masyarakat.
  3. Keputusan dan kebijakan negara dapat meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih beradab dan bermartabat. 

c.    Penghayatan dan Pengamalan Sila “Persatuan Indonesia” 
       Hal pokok dalam menghayati dan mengamalkan sila ketiga dalam penyelenggaraan negara adalah keputusan dan kebijakan negara dapat menjaga persatuan bangsa Indonesia dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keputusan dan kebijakan negara harus mampu memperkuat persatuan dan kesatuan nasional. Contoh-contoh pelaksanaannya dalam penyelenggaraan negara adalah sebagai berikut.
  1. Keputusan dan kebijakan negara tidak menimbulkan kerawanan hubungan antarsuku, antargolongan, dan antarunsur bangsa lainnya.
  2. Keputusan dan kebijakan negara dapat mendorong setiap unsur bangsa untuk mencintai tanah air serta rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
  3. Pembangunan yang dilakukan dapat memberikan hasil-hasil yang dapat dinikmati secara merata dan adil di setiap provinsi. 

d.    Penghayatan dan Pengamalan Sila  “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” 
       Hal pokok dalam menghayati dan mengamalkan sila keempat dalam penyelenggaraan negara adalah keputusan dan kebijakan negara mampu menghargai rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara. Keputusan dan kebijakan negara juga harus diambil dengan mengutamakan musyawarah dan proses demokrasi. Berikut ini contoh-contoh pelaksanaannya dalam penyelenggaraan negara.
  1. Proses pengambilan keputusan dan kebijakan negara tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan kepentingan dan aspirasi rakyat. 
  2. Proses pengambilan keputusan dan kebijakan negara juga harus dilakukan secara terbuka terhadap kritik, kontrol, dan pengawasan rakyat. 
  3. Upaya penyusunan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan menyertakan kepentingan dan pendapat rakyat.
  4. Program pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan rakyat dengan sasaran utama meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup rakyat.

e.    Penghayatan dan Pengamalan Sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat             Indonesia” 
       Hal pokok dalam menghayati dan mengamalkan sila kelima dalam penyelenggaraan negara adalah keputusan dan kebijakan negara mampu mendorong terwujudnya pemerataan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Usaha untuk menciptakan pemerataan dan keadilan di semua lapisan masyarakat dan wilayah harus senantiasa dilakukan. Berikut ini adalah contoh-contoh pelaksanaannya dalam penyelenggaraan negara.
  1. Pembangunan harus dilakukan secara merata di seluruh wilayah negara dengan hasil-hasil yang dapat dinikmati secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.
  2. Pemanfaatan hasil sumber daya alam harus dilakukan secara adil antara pusat dan daerah serta antara daerah satu dan daerah lainnya.
  3. Keputusan dan kebijakan negara ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat serta menciptakan kemajuan di semua lapisan masyarakat dan semua wilayah negara.

No comments:

Post a Comment