Tuesday, 27 December 2016

Khalifah, Kekuasaan dan Kewenangannya

Kata khalifah dapat diterjemahkan sebagai ‘pengganti’ atau ‘perwakilan’. Dalam Al-Quran, manusia secara umum merupakan khalifah Allah di muka bumi untuk merawat dan memberdayakan bumi beserta isinya. Adapun secara khusus khalifah diartikan sebagai pengganti Nabi Muhammad saw. sebagai imam umatnya dan secara kondisional juga menggantikannya sebagai penguasa sebuah entitas kedaulatan Islam (negara). Seperti kita ketahui, Muhammad saw. selain sebagai nabi dan rasul, juga sebagai imam, penguasa, panglima perang, dan sebagainya.
Pada masa-masa setelah Nabi Muhammad saw. wafat, “khalifah” merupakan gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw. Khalifah juga sering disebut sebagai amir al-mu'minin, yakni “pemimpin orang yang beriman” atau “pemimpin orang-orang mukmin”, yang kadang disingkat menjadi “amir”. Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan dipegang berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Kesultanan Utsmaniyah.
Khalifah berperan sebagai pemimpin umat untuk urusan negara dan urusan agama. Mekanisme pemilihan khalifah dilakukan baik dengan wasiat maupun dengan majelis syura' yang merupakan majelis Ahlul Halli wal Aqdi, yakni para ahli ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan umat. Adapun mekanisme pengangkatannya dilakukan dengan cara bai'at  yang merupakan perjanjian setia antara khalifah dan umat.
Mayoritas akademisi menyepakati, Nabi Muhammad saw. tidak secara langsung memerintahkan pembentukan kekhalifahan Islam setelah beliau wafat. Namun, permasalahan yang dihadapi ketika itu adalah siapa yang akan menggantikan Nabi Muhammad saw. serta sebesar apa kekuasaan yang akan didapatkannya?  Hingga saat Nabi Muhammad saw. wafat, kaum Muslim berdebat tentang siapa yang berhak untuk menjadi penerus kepemimpinan Islam. Apa yang dibicarakan masih menjadi kontroversi, tetapi dapat dipastikan bahwa mayoritas kaum muslim yang hadir dalam musyawarah saat itu meyakini bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah penerus kepemimpinan Islam yang akan menggantikan Nabi Muhammad saw. karena sebelum Nabi meninggal, Abu Bakar dipercaya menggantikan posisi Nabi Muhammad saw. sebagai imam salat. Akhirnya Abu Bakar pun terpilih menjadi khalifah pertama dalam sejarah Islam (pasca wafatnya Nabi Muhammad saw.)
Menentukan tokoh yang akan menggantikan Nabi Muhammad saw. bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapi umat Islam saat itu. Umat Islam juga perlu mengklarifikasi, seberapa besar kekuasaan pengganti sang nabi. Muhammad, selama masa hidupnya, tidak hanya berperan sebagai pemimpin umat Islam, melainkan juga sebagai nabi dan pemberi keputusan untuk umat Islam. Semua hukum dan praktik spiritual ditentukan sesuai dengan yang disampaikan Nabi Muhammad saw. Musyawarah dilakukan pada persoalan ini untuk menentukan seberapa besar kekuasaan seorang khalifah.

Tidak satu pun dari para khalifah yang mendapatkan wahyu dari Allah karena Nabi Muhammad saw. adalah nabi dan penyampai wahyu terakhir di muka bumi. Tidak satu pun di antara mereka yang menyebut diri mereka sendiri sebagai nabi atau rasul. Untuk mengatasinya, wahyu Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. kemudian ditulis dan dikumpulkan menjadi Al-Quran; dijadikan patokan dan sumber utama hukum Islam dan menjadi batas kekuasaan khalifah Islam. Artinya, khalifah adalah seseorang pemimpin yang tunduk pada Al-Quran dan Hadis, dan kekuasaannya pun dibatasi oleh Al-Quran dan Hadis.

No comments:

Post a Comment