Wednesday, 21 December 2016

Hukum Prasyarat bagi Peradilan

       Hukum dan peradilan adalah dua hal yang tidak dapat atau sangat sulit dipisahkan. Keduanya saling terkait dan saling membutuhkan. Hukum memerlukan peradilan sebagai sarana untuk menguji, menilai, membuktikan, dan memastikan bahwa suatu perbuatan atau tindakan itu benar atau salah berdasarkan peraturan-peraturan (hukum) yang berlaku. Hukum memerlukan peradilan untuk memberikan putusan (vonis) dalam bentuk hukuman kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan atau tindakan yang salah atau melanggar aturan (hukum). Seorang pejabat yang (berdasarkan bukti-bukti awal) diduga kuat melakukan korupsi adalah orang yang (menurut aturan hukum) melakukan perbuatan yang melanggar atau melawan hukum. Untuk menguji, menilai, membuktikan, dan memastikan bahwa ia memang benar-benar melakukan pelanggaran hukum dalam bentuk korupsi, maka ia akan menjalani proses peradilan (melalui lembaga pengadilan). Melalui proses peradilan itulah ia akan mendapat putusan atau vonis (dari lembaga pengadilan yang dipimpin hakim): jika terbukti melakukan tindak pelanggaran hukum (dalam bentuk korupsi), ia akan dijatuhi hukuman; tetapi jika terbukti tidak melakukan tindakan yang disangkakan, ia akan dibebaskan dan namanya dibersihkan.
       Jadi, peradilan diperlukan untuk melengkapi fungsi dan peranan hukum. Agar hukum dapat memberikan manfaat yang nyata –– bukan sekadar seperangkat aturan yang beku –– dilakukan proses peradilan atas berbagai bentuk atau perkara ketidaktaatan terhadap hukum sehingga dirasakan benar daya gunanya dalam kehidupan. Keberadaan dan dilakukannya proses peradilan menjadikan hukum paripurna sebagai alat untuk menciptakan keamanan, ketertiban, keteraturan, dan keharmonisan hidup.
       Sebaliknya, peradilan pun memerlukan hukum sebagai perangkat peraturan atau tata tertib yang digunakan untuk mengatur perilaku sekaligus kehidupan individu dan masyarakat. Hukum berisi perintah dan larangan agar kehidupan individu dan masyarakat tertib, aman, tenteram, damai, adil, dan sejahtera. Rambu-rambu atau aturan-aturan yang terdapat di dalam hukum inilah yang dijadikan pedoman dalam proses peradilan perkara. Selama dalam kehidupan masyarakat tidak terjadi pelanggaran (hukum), proses peradilan tidak diperlukan. Namun, pelanggaran kenyataannya tidak sepenuhnya dapat dihindarkan sehingga proses peradilan tetap saja diperlukan. Berdasarkan rambu/aturan di dalam hukum itulah peradilan digelar untuk membuktikan sekaligus memberi putusan atas berbagai bentuk pelanggaran atau ketidaktaatan hukum.
       Selain sebagai pedoman, hukum juga menjadi prasyarat bagi peradilan. Bagaimana proses peradilan akan dan dapat dilakukan jika di sisi lain tidak ada hukum? Justru karena keberadaan hukum itulah proses peradilan (dapat) digelar. Peradilan atas sebuah perkara dilakukan oleh karena sebelumnya terjadi tindak pelanggaran atau ketidaktaatan terhadap hukum.

       Dengan melihat hubungan hukum dan peradilan yang demikian, kita dapat menarik sebuah benang merah bahwa peradilan merupakan unsur yang tak terpisahkan dari hukum. Peradilan adalah bagian inheren dari hukum. Dapat dikatakan bahwa peradilan merupakan “infrastruktur” dari hukum dalam kerangka atau upaya menciptakan tertib dan taat hukum untuk mewujudkan kehidupan yang ideal: tertib, teratur, aman, adil, sejahtera, harmonis, dan sebagainya. Dengan demikian, pembahasan mengenai peradilan tidak dapat sepenuhnya lepas dari pembahasan mengenai hukum. 

No comments:

Post a Comment