Friday, 23 December 2016

Membuat Indonesia dari Lemah Menjadi Kuat


       Apakah kita akan mampu bersaing? Sebagai masyarakat dan bangsa yang selama ini dianggap atau dikenal belum memiliki keunggulan, apakah kita dapat menyodok ke depan untuk menjadi kekuatan yang disegani di tengah era global yang penuh persaingan? Mungkinkah kita dapat menyaingi kekuatan atau kemampuan bangsa-bangsa lain yang selama ini dikenal kuat dan kokoh dalam berbagai bidang, seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Inggris?

       Jawaban atas semua pertanyaan tersebut adalah “mungkin”. Bukan hal yang mustahil bahwa kekuatan yang semula kecil atau lemah dapat menjelma menjadi kekuatan yang besar dan tangguh. Bukan tidak mungkin bahwa kita, bangsa Indonesia, yang semula berkekuatan kecil, lemah, atau biasa-biasa saja, berubah menjadi besar, kuat, tangguh, dan unggul atau setidaknya sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang kuat dan disegani.

       Sejarah telah membuktikan bahwa kekuatan-kekuatan yang unggul, menonjol, dan mendominasi di dunia internasional tidak selalu dipegang atau dimiliki oleh satu atau beberapa bangsa saja. Superpower atau adidaya dunia dari waktu ke waktu, tanpa direncanakan atau direkayasa, senantiasa dipegang oleh berbagai bangsa secara berganti-ganti. Puluhan abad yang lalu, bangsa Romawi memiliki kemampuan yang besar dan tangguh sehingga unggul dan mendominasi dalam kehidupan internasional. Bangsa Inggris juga pernah begitu kuat dan menonjol dalam pergaulan dunia. Setelah Inggris surut, bangsa Jerman muncul menjadi kekuatan yang tak tertandingi. Akibat kepongahan dan keserakahannya, setelah berakhirnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II, Jerman mengalami kemerosotan sehingga posisinya sebagai superpower dunia digantikan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet. Sepeninggal Uni Soviet yang bubar akibat kesalahan sistem, Amerika Serikat masih bertahan hingga saat ini sebagai adidaya. Kini beberapa bangsa, seperti Cina (Tiongkok) dan India, disebut-sebut mulai menjelma menjadi kekuatan yang diperkirakan akan menyaingi atau bahkan mengungguli Amerika Serikat.

       Di dalam bidang olahraga, kita juga dapat menyaksikan, dominasi di arena atau gelanggang pertandingan tidak selamanya dipegang oleh satu atau beberapa atlet atau tim saja. Kasus aktual terakhir yang sangat mencengangkan dunia terjadi dalam olahraga sepak bola. Setelah selama 80 tahun hanya dikuasai atau didominasi oleh tujuh negara, Piala Dunia sepak bola akhirnya dapat direbut oleh sang juara baru yang sebelumnya kurang diperhitungkan, yakni Spanyol.

       Kejuaraan sepak bola Piala Dunia tahun 2010 di Afrika Selatan membuktikan bahwa kekuatan baru dapat tampil menjadi juara dengan mengalahkan tim-tim raksasa dan juara masa lalu. Spanyol, tim yang dalam sejarah penyelenggaraan Piala Dunia tidak pernah tampil menonjol, tiba-tiba secara meyakinkan menjadi sang juara baru dengan, antara lain, mengalahkan Portugal, Jerman, dan Belanda. Di kalangan praktisi, pengamat, penggemar, dan pakar sepak bola internasional selama ini berlaku semacam mitos bahwa Piala Dunia akan sangat sulit atau hampir mustahil dapat direbut oleh tim yang sebelumnya tidak pernah menjadi juara atau sekurangnya pernah tampil di semifinal atau tampil memukau dalam turnamen empat tahunan itu. Dan memang, seperti sudah menjadi “tradisi”, selama penyelenggaraan Piala Dunia yang sudah berlangsung lebih dari 80 tahun –– sejak Piala Dunia pertama tahun 1930 –– gelar juara berpindah-pindah tangan hanya di antara tujuh tim saja, yakni Uruguay (juara tahun 1930 dan 1950), Italia (1934, 1938, 1982, dan 2006), Jerman (1954, 1974, 1990, dan 2014), Brasil (1958, 1962, 1970, 1994, dan 2002), Argentina (1978 dan 1986), Inggris (1966), dan Prancis (1998), padahal turnamen ini diikuti 200-an tim/negara di dunia.

       Spanyol mampu meruntuhkan mitos dan tradisi Piala Dunia yang hanya dikuasai oleh tujuh negara. Spanyol menyeruak di antara tujuh kekuatan utama sepak bola dunia dengan menjadi negara kedelapan yang mampu menjadi juara. Negara matador ini mampu membuktikan bahwa kekuatan baru pun dapat muncul mengobrak-abrik peta kekuatan dengan menyingkirkan para superpower lama sepak bola. Masyarakat internasional tahu, Spanyol kini menjadi superpower  baru yang unggul, disegani, dan dihormati dalam sepak bola dunia.

       Fenomena Spanyol menunjukkan bahwa prestasi dan keunggulan dapat diraih oleh siapa pun, termasuk oleh mereka yang sebelumnya memiliki kekuatan yang tidak diperhitungkan. Prestasi dan keunggulan itu tentunya dapat diraih dengan usaha dan kerja keras yang tidak main-main. Spanyol dapat menggapai hasil itu juga melalui kerja keras yang panjang. Sebelum menjadi juara dunia, selama puluhan tahun Spanyol bekerja keras mengembangkan sepak bola gaya baru yang disebut tiki-taka, yakni sepak bola yang menekankan penguasaan bola sebaik-baiknya dibarengi serangan ke daerah pertahanan lawan melalui umpan-umpan pendek cepat menyusur tanah.

       Fenomena Spanyol dalam sepak bola dunia hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh tentang diraihnya prestasi dan keunggulan oleh figur atau kekuatan baru –– di antara kekuatan lama –– sebagai buah dari usaha dan kerja keras. Fenomena ini dapat terjadi atau berlaku dalam semua bidang kehidupan. Prestasi tinggi dan keunggulan dapat diraih oleh siapa pun yang mau berusaha serta bekerja keras tanpa mudah menyerah dan berputus asa.

       Kita –– pribadi, masyarakat, dan bangsa Indonesia –– pun tentunya dapat melakukannya. Selama puluhan tahun kita pernah dikenal masyarakat internasional sebagai kekuatan yang dominan dalam bidang tertentu, seperti dalam cabang olahraga bulu tangkis. Dahulu, dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kita tergolong lemah dan tak memiliki prestasi yang menonjol. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, para pelajar kita sudah mulai menyodok dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjadi juara dalam olimpiade matematika dan sains tingkat internasional. Bermodal pengalaman tersebut serta becermin dari pengalaman Spanyol dan ditambah jumlah penduduk yang besar, bukan mustahil kita dapat meraih prestasi yang lebih tinggi dan fenomenal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengukir prestasi baru dalam cabang olahraga lain (seperti tinju, catur, angkat berat, dan dayung) serta dalam bidang-bidang kehidupan lain yang jumlahnya tidak sedikit.

       Oleh sebab itu, di tengah globalisasi dan persaingan yang dari waktu ke waktu kian sengit, kita tidak perlu merasa pesimis dan rendah diri. Perasaan bahwa kita, orang Indonesia, tidak mungkin menjadi kekuatan yang menonjol dalam banyak bidang kehidupan di forum internasional melalui prestasi tinggi, harus dibuang jauh-jauh. Perasaan seperti ini tidak boleh bercokol di dalam kalbu kita. Perasaan tersebut mencerminkan ketakutan atau kekhawatiran yang tak beralasan (fobia) yang tidak hanya menurunkan kepercayaan diri, melainkan juga merendahkan harkat dan nilai diri kita sebagai masyarakat dan bangsa Indonesia.

       Perasaan bahwa orang Indonesia tidak mungkin dapat mengukir prestasi-prestasi puncak di tingkat internasional akan menyebabkan kita mandek serta malas berusaha dan bekerja keras. Pada tingkat lanjut, perasaan itu bahkan dapat menyebabkan kita mengalami frustrasi dan kemunduran (set back). Hal ini tentu saja sangat merugikan diri kita sendiri sebab dapat mengakibatkan kita terlindas dan terpuruk di tengah pergaulan dan persaingan internasional.

       Pada hakikatnya, di antara sekian banyak bangsa di dunia, tidak ada bangsa yang dari segi kemampuan kedudukannya lebih rendah. Tuhan menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan kemampuan atau potensi yang pada dasarnya sama. Manakala ada sekelompok masyarakat atau suatu bangsa mengklaim diri lebih mulia atau lebih hebat dibandingkan bangsa lain, itu hanyalah isapan jempol dan menunjukkan kepicikan belaka. Jika kenyataannya memang ada sekelompok orang atau bangsa mampu berprestasi gemilang atau memiliki peran yang menonjol dalam pergaulan internasional, hal itu pastilah sebagai buah dari usaha dan kerja keras, tidak begitu saja turun dari langit. Sebagai contoh, Jerman dan Jepang mampu menjadi kekuatan industri dan ekonomi terkemuka di dunia karena mereka menerapkan disiplin tinggi serta melakukan usaha dan kerja keras yang tidak kenal lelah biarpun keduanya sempat mengalami kehancuran dan pengucilan internasional seusai Perang Dunia II tahun 1945.

    Dengan demikian, semua bangsa atau negara di dunia ini sesungguhnya memiliki peluang dan kesempatan yang relatif sama dalam meraih prestasi, sukses, dan keunggulan. Penlis mencoba mengingatkan kembali bahwa prestasi, sukses, dan keunggulan bukanlah monopoli sekelompok orang atau bangsa tertentu saja. Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa-bangsa di dunia mengalami pasang surut kesuksesan dan kegagalan secara berganti-ganti dan bergiliran. Tidak ada bangsa yang sepanjang hidupnya terus-menerus berada di puncak prestasi dan mengalami sukses, sebaliknya juga tidak ada bangsa yang selama hidupnya sama sekali tidak pernah meraih prestasi dan mengalami sukses –– walaupun prestasi dan sukses itu berkadar kecil dan tingkat menengah.

      Setiap bangsa dapat meraih prestasi dan sukses besar. Kunci untuk mencapai hal itu terletak pada individu-individu yang menjadi warga bangsa. Bangsa yang para warganya memiliki prestasi tinggi dengan sendirinya sangat berpeluang menjadi bangsa yang sukses dan unggul, demikian juga sebaliknya. Hal ini tidak lain karena prestasi para warga suatu bangsa akan berakumulasi membentuk kesatuan prestasi yang mewakili bangsa yang bersangkutan. Sama halnya dengan prestasi sekolah dan siswa; jika sebuah sekolah para siswanya memiliki prestasi tinggi, dengan sendirinya sekolah tersebut akan memiliki prestasi tinggi di mata masyarakat dan sekolah lain.

      Prestasi dan sukses adalah dua hal penting yang menentukan nasib individu pribadi dan bangsa di tengah globalisasi dan persaingan yang ketat. Di tengah era globalisasi dan persaingan yang dari waktu ke waktu kian sengit, setiap individu dan bangsa –– tak terkecuali individu dan bangsa Indonesia –– dituntut untuk meraih prestasi dan sukses agar tidak terpuruk dan tertinggal. Prestasi dan sukses individu tidak hanya bermakna dan berperan penting bagi sang individu sendiri, melainkan juga bagi bangsa dan negaranya.

No comments:

Post a Comment