Sunday, 25 December 2016

Ancaman Krisis Energi Akibat Meningkatnya Produksi Kendaraan Bermotor

Pada zaman modern seperti sekarang, kendaraan bermotor diperlukan oleh masyarakat sebagai sarana transportasi yang cepat dan praktis. Di tengah bertambah cepatnya pergerakan hidup manusia modern dewasa ini, kendaraan bermotor (terutama mobil dan sepeda motor) menjadi solusi yang jitu untuk mengatasi tekanan dan keterbatasan waktu. Dengan pertimbangan tersebut, manusia masa kini cenderung akan berusaha untuk memiliki setidaknya satu kendaraan bermotor guna mendukung mobilitas kesehariannya. Keluarga-keluarga kaya yang hanya beranggotakan 4–6 individu bahkan bisa memiliki 5–10 kendaraan bermotor (mobil dan sepeda motor).
Ditambah dengan pertimbangan prestise dan kebanggaan diri, seorang dan sekelompok individu bisa memiliki kendaraan bermotor jauh lebih banyak dari jumlah sebenarnya yang dibutuhkan. Secara matematis dan ekonomis, satu individu dapat dikatakan cukup memiliki satu kendaraan bermotor. Namun, sikap konsumtif akibat “intervensi” faktor-faktor di luar kebutuhan, menyebabkan individu dikuasai hasrat untuk memiliki kendaraan bermotor dalam jumlah yang berlebihan. Jika terjadi secara luas di masyarakat, hal ini akan menyebabkan tak terkendalinya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor serta memicu terjadinya booming otomotif.
Meningkatnya secara terus-menerus kebutuhan akan kendaraan bermotor tentu saja menjadii berkah bagi produsen atau perusahaaan kendaraan bermotor. Dengan senang hati mereka akan memenuhi permintaan pasar dengan memproduksi sepeda motor dan mobil. Bahkan dalam kondisi normal atau permintaan akan kendaraan bermotor sedang tidak mengalami kenaikan saja, mereka tetap memproduksi mobil dan motor dengan berbagai model dan varian untuk memikat konsumen. Sebagai produsen, mereka tentu tidak memikirkan hal-hal lain kecuali keuntungan finansial.
Dampak yang akan terjadi akibat membludaknya produksi kendaraan bermotor tidak hanya kemacetan lalu lintas dan polusi udara, melainkan juga munculnya ancaman krisis energi. Melonjaknya jumlah kendaraan bermotor –– yang umumnya berbahan bakar minyak (fosil) –– secara langsung memicu melonjaknya kebutuhan energi (BBM –– bahan bakar minyak). Kenaikan jumlah kendaraan bermotor berbanding lurus dengan kenaikan jumlah konsumsi BBM. Sementara itu, hasrat untuk memiliki kendaraan bermotor justru berbanding terbalik dengan ketersediaan energi/BBM: jika hasrat untuk memiliki kendaraan bermotor lazimnya tak terbatas (karena merupakan kebutuhan), persediaan minyak mentah di perut bumi justru terbatas, sehingga ancaman terjadinya krisis energi menjadi kian nyata.
Sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan (sekali pakai habis), cadangan minyak mentah di perut bumi, cepat atau lambat, akan habis. Konsumsi BBM yang terjadi secara besar-besaran akibat melonjaknya produksi dan pemakaian kendaraan bermotor akan mempercepat proses kehabisan cadangan minyak bumi. Hal ini berlaku di semua permukaan bumi, termasuk di Indonesia. Dan untuk Indonesia, diperkirakan, cadangan minyak bumi yang merupakan sumber utama energi dalam negeri, akan habis pada tahun 2025 –– berarti ancaman krisis ini akan terjadi kurang dari sepuluh tahun dari sekarang.

Menurut hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2013, konsumsi energi nasional pada tahun 2000 mencapai 778 juta barrel setara minyak, tetapi pada 2011 jumlahnya melonjak menjadi 1.114 juta barrel setara minyak, sementara dalam periode yang sama, produksi minyak bumi di Indonesia justru turun 4 persen per tahun. Pusat Studi Energi Asia Pasifik (APERC) memprediksi, kebutuhan energi sektor transportasi akan melonjak dari 1.087 juta ton setara minyak pada 2002 menjadi 1.991 juta ton setara minyak pada 2030. Adapun di mata Indonesian Petroleum Association (IPA), Indonesia saat ini pun sudah mengalami gejala krisis energi. Pada tahun 2015 Indonesia diperkirakan kekurangan pasokan minyak dan gas sebesar 2,4–2,5 juta barrel setara minyak. Jika tak ada penemuan cadangan baru, maka 11–12 tahun lagi Indonesia bakal kehabisan minyak dan gas.

No comments:

Post a Comment