Pada
pertengahan tahun 2015, PBB memproyeksikan (memperkirakan berdasarkan data saat
ini) jumlah penduduk dunia pada tahun 2030 akan mencapai 8,5 miliar. Adapun
pada tahun 2050 jumlahnya akan mencapai 9,7 miliar dan pada tahun 2100 akan
melampaui 11 miliar. Munculnya angka-angka ini terutama dipengaruhi oleh
pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang.
Populasi
manusia di bumi tidak tersebar secara merata di seluruh benua dan negara.
Selama periode 2015–2050, setengah dari populasi penduduk dunia diperkirakan
akan terkonsentrasi di sembilan negara, yakni India, Nigeria, Pakistan,
Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Tanzania, Amerika Serikat, Indonesia,
dan Uganda. Sekitar tujuh tahun dari tahun 2015, India diperkirakan akan
melampaui Tiongkok sebagai negara berpenduduk terpadat di dunia. Adapun dalam
35 tahun dari tahun 2015, Nigeria akan melampaui Amerika Serikat sebagai negara
berpenduduk terpadat ketiga di dunia.
Tiongkok
saat ini (2016) masih merupakan negara berpenduduk terbesar di dunia, dengan
jumlah penduduk 1.374.600.000 jiwa atau
18,8% dari jumlah penduduk dunia. India membuntuti Tiongkok sebagai negara
berpenduduk terpadat kedua di dunia dengan 1.283.800.000 jiwa atau 17,6% dari
jumlah penduduk dunia. Kemudian berturut-turut diikuti Amerika Serikat
(322.754.000 jiwa; 4,4%), Indonesia (255.993.674 jiwa; 3,5%), Brasil
(205.564.000 jiwa; 2,8%), Pakistan (199.085.847 jiwa; 2,7%), Nigeria
(182,202,000 jiwa; 2,5%), Bangladesh (168.957.745 jiwa; 2,3%), Rusia
(146.517.580 jiwa; 2,0%), dan Jepang (126.919.659 jiwa; 1,8%).
Benua
Asia menjadi penyumbang terbesar penduduk dunia. Dari sepuluh negara
berpenduduk terbesar di dunia saat ini, enam negara di antaranya berada di Asia
(Tiongkok, India, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, dan Jepang). Jika ditotal,
jumlah penduduk di enam negara Asia ini mencapai 46,7 persen dari seluruh
penduduk bumi. Dan jika ditambah dengan penduduk negara-negara Asia lain,
jumlahnya akan membengkak menjadi lebih dari separuh jumlah penduduk bumi ––
dengan kata lain, lebih dari separuh (atau lebih dari 50%) penduduk bumi berada
di Asia.
Laporan
PBB juga memproyeksikan bahwa pada tahun 2050, populasi enam negara
diperkirakan akan melebihi 300 juta. Keenamnya adalah Indonesia, Nigeria,
Pakistan, dan Amerika Serikat, selain tentunya Tiongkok dan India. Sementara
itu, banyak negara di Afrika diperkirakan akan mengalami pertumbuhan penduduk
yang pesat. Populasi dari 28 negara Afrika diproyeksikan akan mengalami
peningkatan sebesar dua kali lipat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi di
negara-negara miskin –– sebagaimana yang terjadi di banyak negara Afrika –– akan memicu munculnya masalah serius dalam
upaya pemberantasan kemiskinan serta mengatasi kekurangan pangan dan gizi.
Masalah lain yang juga mengancam adalah kurangnya layanan pendidikan dan
kesehatan yang memadai.
Apakah
dengan jumlah penduduk belasan miliar Bumi masih mampu memberi daya dukung yang
layak kepada kehidupan manusia? Jumlah penduduk yang terlalu besar tentu saja
akan memberikan dampak tertentu pada lingkungan hidup. Selain masalah
kemiskinan, ketersediaan pangan, serta layanan kesehatan dan pendidikan,
masalah lain akan timbul, yakni eksploitasi alam. Pertambahan penduduk jelas
berkonsekuensi pada pembukaan lahan baru untuk keperluan permukiman. Sebagian
lahan persawahan, perladangan, perkebunan, dan bahkan hutan akan beralih fungsi
menjadi permukiman.
Menyusutnya
luas lahan pertanian (persawahan, perladangan, dan perkebunan) jelas akan menurunkan
hasil pertanian dan produksi pangan. Oleh karena di sisi satu jumlah penduduk
meningkat, tetapi di sisi lain lahan pertanian serta produksi pangan justru
menurun, maka dapat terjadi bahaya kekurangan pangan dan kelaparan. Kekurangan
pangan dan kelaparan bahkan sudah sering terjadi pada dasawarsa 1980-an dan
1990-an ketika jumlah penduduk bumi masih normal (belum cenderung berlebihan
seperti sekarang) dan jumlah produksi pangan dunia rata-rata masih relatif
mencukupi (hanya distribusinya yang timpang). Negara-negara Afrika yang kering,
seperti Ethiopia dan Sudan, yang rakyatnya mengalami bencana kelaparan
berkali-kali, adalah contoh nyata bahwa dalam kondisi jumlah penduduk dan
produksi pangan “normal” saja bencana kelaparan masih dapat terjadi.
Maka,
pertanyannya adalah apakah ketika penduduk bumi mencapai lebih dari 11 miliar,
bencana kelaparan dapat dicegah atau akan terjadi dengan eskalasi lebih luas
dan parah? Pertanyaan ini sulit dijawab secara matematis, tetapi dapat
diperkirakan jawabannya berdasarkan analisis linier yang wajar dan alamiah.
Jika masyarakat dan pemerintahan negara di berbagai kawasan dunia (terutama
yang pertumbuhan penduduknya tinggi, seperti halnya Indonesia) mampu membuka
permukiman-permukiman penduduk baru dengan cara yang bijaksana dan ramah
lingkungan serta di sisi lain mampu mengimbangi menyusutnya lahan pertanian
dengan pembukaan lahan pertanian baru yang juga ramah ingkungan, maka bahaya
kelaparan dapat dicegah atau dikurangi. Namun, jika tidak, Anda tentu sudah
dapat memperkirakan sendiri jawabannya.
No comments:
Post a Comment