Piagam Jakarta merupakan nama dokumen bersejarah yang
sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia. Piagam Jakarta atau Jakarta
Charter dirumuskan oleh sembilan tokoh bangsa Indonesia yang tergabung
dalam Panitia Sembilan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Kesembilan tokoh tersebut adalah Soekarno, Mohammad
Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim,
Achmad Subardjo, Wahid Hasyim, dan Muhammad Yamin.
BPUPKI,
yang dibentuk sebagai realisasi janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan
kepada bangsa Indonesia, menugaskan kepada Panitia Sembilan untuk membuat
rumusan dasar negara yang akan dijadikan fundamen bagi negara Indonesia (yang
direncanakan akan terbentuk) setelah merdeka. Melalui rapat pada tanggal 22
Juni 1945, Panitia Sembilan sukses menghasilkan sebuah rumusan berisi gagasan
dan butir-butir dasar negara. Rumusan tersebut kemudian diberi nama Piagam
Jakarta atau Jakarta Charter.
Piagam
Jakarta dirumuskan saat BPUPKI menjalankan tugasnya, tetapi pengumumannya
kepada publik justru dilakukan saat BPUPKI sudah dibubarkan dan diganti lembaga
baru bernama PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Dan begitu
diumumkan, Piagam Jakarta langsung memicu kontroversi besar. Kalangan tokoh dan
masyarakat Indonesia yang nonmuslim menyatakan keberatan atas salah satu butir
rumusan dalam piagam tersebut. Mereka menganggap butir rumusan tersebut
bersifat diskriminatif serta tidak mewadahi kepentingan masyarakat Indonesia
yang tidak beragama Islam. Butir rumusan yang menimbulkan kontroversi tersebut
berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.”
Rumusan
tersebut memicu timbulnya kritik dari kalangan tokoh-tokoh penganut agama
non-Islam, terutama Protestan dan
Katolik. Menurut mereka, rumusan tersebut kurang mencerminkan kemajemukan agama
rakyat Indonesia. Sempat muncul juga ancaman jika rumusan itu tidak diubah
dengan lebih memperhatikan kepentingan kalangan nonmuslim, sebagian golongan
nonmuslim akan memisahkan diri dari negara Indonesia.
Empat
orang anggota PPKI yang merupakan tokoh kalangan Islam, yakni Bagoes
Hadikoesoemo, Wachid Hasyim, Mohammad Hassan, dan Kasman Singodimedjo, kemudian
diperintahkan untuk membahas rumusan yang kontroversial tadi. Keempatnya kemudian
melakukan diskusi terpisah dengan dipimpin oleh Hatta. Hanya dalam waktu kurang
dari 20 menit mereka akhirnya sepakat untuk mengubah rumusan yang bermasalah
itu. Mereka setuju untuk menghapus kata-kata “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan menggantinya dengan “Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Kendatipun
telah terjadi kehebohan besar, para tokoh bangsa kita tetap bersikap tenang.
Dengan kepala dingin mereka meninjau dan membahas ulang butir rumusan yang
kontroversial tersebut. Dengan lapang dada dan kebesaran jiwa, tanpa debat dan
kegaduhan berkepanjangan, mereka akhirnya sepakat untuk mengubah rumusan
tersebut menjadi lebih simpel, lebih pendek, lebih umum, lebih netral, dan
lebih mencerminkan keindonesiaan yang majemuk dari segi agama.
Rumusan tersebut kini kita kenal sebagai sila pertama
Pancasila. Pancasila tidak lain adalah dasar negara dan ideologi bangsa
Indonesia . Sila-sila Pancasila yang sah atau resmi sebagai dasar negara
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 (alinea keempat). Dari mana dan siapakah
perumus Pembukaan UUD 1945 itu? Nah, Pembukaan UUD 1945 rumusan lengkapnya
diambilkan langsung dari Piagam Jakarta
yang dirumuskan Panitia Sembilan. Dengan kata lain, dengan hanya
mengubah butir rumusan yang kontroversial tadi, Piagam Jakarta diadopsi menjadi
Pembukaan UUD 1945.
No comments:
Post a Comment