Kendatipun
tak dapat dibantah bahwa perang menimbulkan bencana kemanusiaan, hingga zaman
modern saat ini perang masih tetap dilakukan manusia. Pada abad-abad lampau
dunia sarat dengan peperangan; tidak sedikit suku, kerajaan, dan negara yang
rakyatnya suka berperang dan saling menaklukkan. Namun, pada masa kini sebagian
manusia dan negara pun masih tetap suka berperang dengan alasan yang
berbeda-beda.
Orang-orang modern masa kini sering mencibir orang-orang
zaman dahulu sebagai manusia “semiprimitif” karena kesukaannya berperang dan
saling menaklukkan. Namun, cibiran tersebut tanpa disadari sering berbalik
menghantam harga diri manusia modern sendiri karena dampak yang ditimbulkan
oleh perang masa kini jauh lebih dahsyat daripada perang pada abad-abad lampau.
Pada abad-abad lampau sebelum Masehi perang masih dilakukan dengan senjata yang
sederhana. Namun, pada masa kini –– terutama sejak memasuki abad ke-20 yang
ditandai pecahnya Perang Dunia I dan II –– perang sudah dilakukan dengan
senjata canggih dengan memanfaatkan penemuan baru ilmu pengetahuan dan
teknologi. Salah satu senjata yang diciptakan untuk keperluan perang pada zaman
modern adalah senjata kimia (chemical weapons).
Senjata kimia menjadi salah satu senjata yang mengakibatkan
perang berlangsung dan berakhir dengan dampak yang sangat kejam dan mengerikan.
Selain menyebabkan pencemaran lingkungan hebat, senjata ini membunuh manusia
dengan cara yang keji dan tidak manusiawi: dalam beberapa ledakan saja dapat
menyebabkan ribuan atau bahkan jutaan manusia mengalami sesak napas, kulit
terbakar atau meleleh, mata buta, dan sebagainya sebelum akhirnya mati atau
cacat seumur hidup. Dampak perang masa kini yang dilakukan manusia modern
dengan senjata kimia praktis jauh lebih “primitif” daripada dampak perang
tradisional yang dilakukan manusia-manusia kuno abad silam.
Senjata kimia adalah senjata yang memanfaatkan sifat racun
senyawa kimia untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Penggunaan
senjata kimia berbeda dengan senjata konvensional dan senjata nuklir karena
efek merusak senjata kimia terutama bukan disebabkan oleh daya ledaknya.
Menurut Konvensi Senjata Kimia (Chemical Weapons Convention), yang
dianggap sebagai senjata kimia adalah penggunaan produk toksik (racun) yang
dihasilkan oleh organisme hidup (misalnya, botulinum, risin, atau saksitoksin).
Senjata kimia termasuk senjata pemusnah massal (weapons
of mass destruction) yang ditentang oleh banyak kalangan internasional.
Penggunaan senjata kimia, termasuk dalam peperangan, dilarang secara
internasional. Pada tanggal 3 September 1992, Konferensi Perlucutan Senjata di
Jenewa, Swis, berhasil mengesahkan Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan,
Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya.
Konvensi ini telah ditandatangani dan diratifikasi oleh sebagian besar negara
di dunia –– lebih dari 150 negara (termasuk Indonesia).
Kendatipun mendapat tentangan keras dan luas di dunia,
penggunaan senjata kimia pada konflik mutakhir kenyataannya masih saja
dilakukan. Dalam perang saudara di Suriah yang masih berkecamuk hingga tahun
2016, misalnya, rezim penguasa Basyar Al-Assad, diduga kuat menggunakan senjata
kimia jenis gas mustard dan sarin. Dalam Perang Vietnam (1960-an) dan Perang
Irak (2004) Amerika Serikat diduga menggunakan senjata agen orange dan
fosfor putih. Untuk menyerang warga Palestina, Israel juga diduga pernah
menggunakan senjata serupa (fosfor
putih). Dalam perang saudara di Yaman Utara (1960-an), Mesir juga diduga
menggunakan senjata kimia.
Seringkali sulit dicerna akal sehat, bagaimana manusia
modern yang mengaku menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai
humanisme ternyata masih menggunakan senjata kimia untuk melukai dan membunuh
sesamanya. Melukai dan membunuh sesama dengan senjata biasa saja merupakan
tindakan keji, apalagi menyiksa dan melenyapkan nyawa sesama dengan senjata
kimia yang mengerikan, tentu merupakan tindakan superkeji yang seharusnya tidak
dilakukan manusia yang beradab dan bermartabat. Mereka yang masih suka
berperang dan berambisi memenangkan perang dengan senjata kimia, sesungguhnya
merupakan sisa-sisa rezim masa lalu yang mengalami “kesalahan tempat hidup”
yang harus segera dikembalikan ke masa lalunya dengan cara dijatuhi hukum
seberat-beratnya.
No comments:
Post a Comment