Abdurrahman
Wahid lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940, dari
pasangan Wahid Hasyim-Solichah. Gus Dur –– demikian panggilan akrab tokoh ini
–– merupakan keturunan pejuang dan pahlawan. Ayahnya, Wahid Hasyim, adalah
tokoh yang dikenal sebagai salah satu founding father (pendiri negara)
Republik Indonesia dan pahlawan nasional; adapun kakeknya, Hasyim Asy’ari, tak
lain adalah kiai besar pendiri Nahdatul Ulama dan pahlawan nasional pula.
Melampaui
kakek dan ayahnya, ia terpilih menjadi presiden (keempat) Republik Indonesia ––
walaupun kemudian diturunkan melalui proses impeachment. Sebelum menjadi
presiden, Gus Dur sudah terkenal, di dalam maupun di luar negeri. Ia dikenal
luas, terutama, karena gagasan-gagasannya yang kontroversial.
Sikapnya
yang memperlihatkan ia sebagai tokoh yang seringkali memicu kontroversi adalah
kegigihannya dalam membela kaum minoritas –– terutama minoritas agama. Gus Dur
adalah seorang kiai, tetapi ia juga dikenal sebagai tokoh yang menjunjung
tinggi pluralisme agama. Di Indonesia pemeluk Islam merupakan mayoritas, tetapi
Gus Dur menentang keras jika umat Islam atau pemerintah melakukan represi dan
diskriminasi terhadap umat agama minoritas –– Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu.
Gus
Dur menunjukkan sikap antidiskriminasi agama dengan konsisten. Sikap ini ia
ambil dan pertahankan sejak menjadi aktivis LSM, menjadi ketua umum PB NU
(Pengurus Besar Nahdatul Ulama), menjadi presiden RI, hingga kembali menjadi
warga negara biasa dan kemudian wafat. Sikap ini menjadikannya sebagai tokoh
yang mendapat banyak penghargaan dari berbagai organisasi nasional dan
internasional. Lembaga internasional yang pernah memberinya penghargaan terkait
dengan sikap antidiskriminasi agamanya , antara lain, Simon Wiethemthal Center
(New York), Mebal Valor (Los Angeles), dan Temple University.
Kendatipun
lahir, tumbuh, dan besar di lingkungan organisasi Nahdatul Ulama yang cenderung
tradisional, Gus Dur tergolong tokoh langka yang cukup gencar dalam melakukan pembaruan.
Gagasan-gagasannya seringkali dirasakan aneh, nyeleneh, dan melawan
arus. Selain sikapnya yang antidiskriminasi terhadap umat agama minoritas, ia
juga pernah mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan beberapa pihak di negara
Israel –– suatu hal yang ditentang oleh banyak kalangan di Indonesia. Ketika
para intelektual Islam pada tahun 1990 mendirikan organisasi ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia), Gus Dur pun menolak untuk ikut bergabung dan
justru mendirikan organisasi tandingan yang ia beri nama Forum Demokrasi
(Fordem).
Gus Dur adalah salah
satu dari sangat sedikit tokoh Indonesia yang memiliki minat yang sangat luas.
Selain terhadap politik, ia menaruh minat pula terhadap pendidikan, kesenian,
olahraga, hak asasi manusia (HAM), dan civil society (masyarakat sipil).
Gus Dur menunjukkan minatnya yang luas itu melalui berbagai buku serta esai dan
artikel yang ditulisnya.
No comments:
Post a Comment