Hedonisme adalah paham atau pandangan yang menganggap kesenangan fisik dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama hidup. Orang yang menganuthedonisme senantiasa berupaya memburu kesenangan hidup dengan berbagai macam jalan. Mendapatkan kepuasan jasmani dan bendawi merupakan tujuan pokok yang hendak dicapai, tanpa peduli kepuasan itu diperoleh dengan cara melanggar norma dan etika atau tidak.
Para penganut hedonisme umumnya acuh tak acuh, apriori, dan sering sinis terhadap norma, terutama norma susila dan norma agama. Mereka menjadikan hidup hura-hura sebagai tujuan utama. Mereka adalah para pemburu kesenangan yang menolak untuk tunduk kepada nilai dan etika. Mereka berusaha mendapatkan kesenangan dan kenikmatan dengan cara-cara yang menyimpang, seperti mempraktikkan seks bebas (free sex), menenggak minuman beralkohol, dan menyalahgunakan narkotika (ganja, sabu-sabu, morfin, ekstasi, dan sebagainya).
Selain memburu kesenangan fisik, penganut hedonisme juga berusaha mencari kenikmatan materi sehingga mereka umumnya juga memiliki watak materialistis. Mereka mementingkan dan mengagung-agungkan harta benda dan uang. Mereka berusaha menumpuk harta dan uang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, termasuk cara yang tidak halal, seperti mencuri, merampok, korupsi, dan menggelapkan pajak.
Sifat hedonis dan materialistis bukan milik bangsa, golongan, atau suku tertentu. Keduanya bisa menjangkiti siapa saja. Di Indonesia gaya hidup hedonis dan materialistis sebenarnya juga sudah ada sejak dahulu. Namun, dalam beberapa tahun terakhir kemunculan dua gaya hidup ini kian marak saja seiring dengan gencarnya arus globalisasi.
Hal itu menunjukkan bahwa meluasnya gaya hidup hedonisme dan materialistis banyak disebabkan oleh globalisasi. Lebih khusus lagi, kehadiran kedua gaya hidup tersebut di tengah masyarakat kita selama proses globalisasi diakibatkan oleh pengaruh kebiasaan dan budaya asing melalui berbagai jenis media, seperti internet, majalah, koran, dan film (video, CD, bioskop, dan televisi).
Dibandingkan dengan individualisme, hedonisme dirasakan lebih memprihatinkan. Hedonisme sangat mudah menyebabkan terjadinya kerusakan mental, moral, dan perilaku masyarakat. Hedonisme menyebabkan orang –– yang umumnya kalangan remaja dan pemuda –– tidak bergairah melakukan aktivitas hidup yang lazim kecuali hanya hura-hura atau bersenang-senang.
Hal yang lebih memprihatinkan, hidup hura-hura atau bersenang-senang yang dilakukan kaum hedonis seringkali atau hampir selalu bersifat negatif dan menyimpang, seperti mabuk-mabukan dengan minuman beralkohol, berkhayal dengan narkotika atau obat-obatan terlarang, serta melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Pada tahap lanjut, perilaku mereka dapat menjurus ke tindak kejahatan yang agresif. Misalnya saja, jika sudah tidak memiliki uang, mereka mudah tergiring melakukan tindak kriminalitas, seperti mencuri, memeras, dan merampok.
Lalu, apa dan bagaimana sikap yang tepat untuk menghadapi fenomena yang mengkhawatirkan tersebut. Sudah jelas, gaya hidup hedonistis dan materialistis sangat bertentangan dengan nilai-nilai etika, moral, dan agama yang dianut bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensinya, hedonisme mutlak harus ditolak dalam kehidupan sehari-hari kita. Kehadirannya harus senantiasa dihadapi dengan sikap yang ketat, tegas, dan tanpa kompromi.
Hukum kiranya menjadi salah satu aspek penting dan menentukan dalam menghadapi fenomena hedonisme ini. Untuk mencegah dan menanggulangihedonisme, hukum harus diterapkan dengan benar dan adil. Setiap tindak hedo-nisme yang sudah menjurus atau berbau kejahatan harus ditangani dengan pemberlakuan aturan hukum tanpa pandang bulu. Para pelaku hedonisme yang berbuat kejahatan harus ditangkap, diadili, dan –– jika terbukti bersalah –– dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Begitulah cermin sikap tegar dan percaya diri kita dalam menghadapi sekaligus mengatasi maraknya gaya hidup hedonis dan materialistis di tengah masyarakat akibat pengaruh globalisasi yang tak terkendali. Kita yakin dan percaya bahwa hukum nasional kita mampu mencegah dan menanggulangi hedonisme jika diberlakukan dengan tegas dan konsisten. Masalah kejahatan yang timbul sebagai efek gaya hidup hedonis dan materialistis –– seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks di luar nikah, dan pencurian atau korupsi –– sudah diatur dengan jelas dalam pasal-pasal hukum nasional kita sehingga aparat hukum memiliki dasar yang kuat untuk melakukan tindakan penanganan yang di-perlukan.
Selain hukum, bangsa kita juga memiliki perangkat lain yang dapat digunakan untuk mencegah dan menanggulangi hedonisme, yakni etika dan agama. Etika dan ajaran semua agama yang diakui di Indonesia melarang perilaku hedonis, seperti mabuk-mabukan dengan minuman keras (beralkohol), berfantasi dengan narkotika, serta melakukan hubungan seks tanpa ikatan pernikahan. Kita yakin dan percaya sepenuhnya bahwa larangan tersebut mengandung hikmah dan kebenaran sehingga wajib dipatuhi dan dilaksanakan.
Di tengah derasnya arus globalisasi kita harus tetap tegar dan percaya diri dengan hukum, etika, agama kita (masing-masing). Oleh karena hukum, etika, dan agama kita melarang hedonisme, maka untuk mewujudkan ketegaran, kepercayaan diri, dan kepatuhan terhadap hukum, etika, dan agama, dengan tegas dan tanpa kompromi kita wajib menolak dan menghindari gaya hidup hedonistis dan meterialistis. Sebagai hal yang dilarang hukum, etika, dan agama, hedonisme tak meragukan lagi merupakan perilaku negatif yang akan menimbulkan kerusakan dan kehancuran kehidupan masyarakat dan bangsa jika kita anut dan kita praktikkan. Sebaliknya, jika kita dapat menghindari dan menjauhinya, kita yakin, percaya , dan optimis bahwa kehidupan kita sebagai masyarakat, bangsa, dan negara akan senantiasa berada dalam ketenangan, kedamaian, keutuhan, dan keberadaban.
No comments:
Post a Comment