Hambatan dalam pengembangan potensi akan
bersifat internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang muncul
dari dalam diri sendiri, sedangkan hambatan eksternal muncul dari lingkungan
sekitar. Kedua hambatan ini memiliki bentuk dan sifat yang berbeda.
1. Hambatan
dari Diri Sendiri
Apakah Anda pernah atau sering merasa
malas, takut, cemas, bimbang, atau rendah diri saat akan melakukan sesuatu?
Apakah kita selamanya akan merasa berambisi, tegar, dan yakin saat akan memulai
kegiatan? Dapatkah kita selalu konsisten untuk merasa optimis bahwa kita akan
mampu dan sukses dalam mewujudkan sesuatu?
Kiranya hampir tidak ada orang yang
selamanya mampu bersikap optimis saat hendak memulai pekerjaan atau kegiatan.
Merasa bimbang atau khawatir saat akan melakukan sesuatu adalah keadaan yang
wajar dan manusiawi. Semua manusia pernah mengalaminya karena semua manusia
pada dasarnya memiliki kelemahan.
Akan tetapi, itulah yang namanya
hambatan yang muncul dari diri sendiri. Hambatan seperti itu datang dari dalam
perasaan sendiri dan sering muncul tanpa alasan yang jelas. Perasaan enggan, cemas,
tidak percaya diri, pesimis, dan sejenisnya mungkin saja muncul akibat adanya
saingan yang berat, tidak adanya pendamping yang berkompeten, sulitnya
tantangan yang dihadapi, dan sebagai-nya.
Namun, perasaan-perasaan negatif itu
sebenarnya lebih merupakan bayangan semu karena sebelum kita terjun langsung
dalam kancah persaingan, kita tidak akan pernah tahu keadaan yang sesungguhnya.
Hambatan seperti itu memang seringkali muncul tanpa dikehendaki. Hambatan ini
tidak boleh dibiarkan terus-menerus datang mengganggu, tetapi harus diatasi
(dihilangkan) jika kita menginginkan prestasi tinggi.
Bentuk hambatan lain yang dapat muncul
dari dalam diri sendiri ialah perasaan melihat kemampuan diri yang terlalu
tinggi. Kemampuan diri sendiri dinilai begitu besar dan tinggi sehingga apa
yang akan dihadapi seolah-olah akan mudah ditaklukkan. Hal ini akan menimbulkan
optimisme yang berlebihan, sikap arogan (congkak atau sombong), serta terlalu
menganggap remeh orang lain dan tantangan yang akan dihadapi. Perasaan seperti
ini jelas menjadi hambatan yang harus dikikis karena tidak akan dapat mendukung
terwujudnya prestasi.
Optimisme berlebihan serta mengaggap dan
menilai kemampuan diri begitu tinggi dan di atas orang lain biasanya terjadi
pada seseorang yang pernah mengenyam prestasi tertentu. Pernah mencapai
prestasi tertentu dengan mengalahkan para pesaing menyebabkan munculnya
perasaan superior sehingga seolah-olah tidak ada orang yang dapat menandinginya
lagi. Apalagi jika prestasi tersebut dapat diraih beberapa kali sekaligus,
perasaan superior itu dapat muncul lebih
kuat lagi –– padahal, bisa jadi, masih banyak orang lain yang kemampuan dan
prestasinya lebih tinggi tidak mengikuti persaingan yang dimaksud.
2. Hambatan
dari Lingkungan
Apakah kehidupan di sekeliling kita
senantiasa sejalan dengan keinginan kita? Mungkinkah kehidupan di sekitar rumah
selalu memberi manfaat bagi upaya kita dalam mencapai sesuatu? Benarkah semua yang
ada di dalam rumah kita dapat menolong kita dalam meraih keinginan? Benarkah
pula pendidikan yang kita ikuti setiap hari selamanya dapat diandalkan memberi
dukungan bagi pencapaian prestasi?
Lingkungan, yakni kehidupan di
sekeliling kita, tidak selalu memberi pengaruh positif terhadap upaya meraih
prestasi. Lingkungan memang dapat menjadi pendukung pencapaian prestasi. Akan
tetapi, banyak kasus menunjukkan bahwa
lingkungan seringkali menjadi sumber datangnya hambatan. Televisi, misalnya,
setiap hari menggoda kita untuk terus-menerus menontonnya hingga dapat menjadikan
kita lalai untuk belajar dan berlatih. Hiruk-pikuk kehidupan di sekitar rumah
dan sekolah juga sering membuat kita sulit untuk fokus dan berkonsentrasi.
Bahkan, pendidikan di sekolah yang biasa kita ikuti pun kadang ada yang tidak
sesuai dengan upaya menumbuhkan semangat berprestasi.
Rumah, sekolah, dan kampung kadang
mendatangkan hambatan yang tidak kita duga. Sikap teman, guru, tetangga, bahkan
juga orang tua dan saudara kadang tidak seperti yang diharapkan. Misalnya saja,
anak gadis dari kalangan masyarakat adat tertentu kurang mendapat dukungan
semestinya dari keluarga untuk meraih prestasi tertentu –– dalam bidang
pendidikan, kesenian, olahraga, dan sebagainya –– hanya karena tradisi adat
menganggap perempuan lebih pantas berada dan beraktivitas di dapur.
Semua itu adalah hambatan yang datang
dari lingkungan. Hambatan dari lingkungan tampaknya akan selalu ada. Hambatan
dari lingkungan sangat sulit untuk dihilangkan sepenuhnya karena melibatkan
banyak sekali faktor yang berada di luar diri kita. Oleh karena itulah, kita
dituntut untuk cerdik menghadapinya. Biarpun sangat sulit untuk dilenyapkan
sama sekali, hambatan dari lingkungan dapat dinetralisasi jika kita pandai
menghadapinya. Kuncinya adalah kita harus tegas dalam pendirian dan teguh memegang
prinsip sehingga tidak mudah terpengaruh oleh keadaan.
Selain itu, kita juga harus pandai
meyakinkan bahwa prestasi yang akan kita capai tidak akan mencederai tatanan
dan nilai-nilai kehidupan yang berlaku di sekitar kehidupan kita. Sebaliknya,
prestasi tersebut justru akan memperkuat tatanan dan nilai-nilai yang dimaksud.
Prestasi dalam bidang apa pun, selama itu positif (tidak bertentangan dengan
norma), pada hakikatnya tidak akan mengganggu tatanan dan nilai-nilai
kehidupan, melainkan akan turut memperkukuhnya serta mengangkat derajat dan
mengharumkan nama masyarakat setempat.
No comments:
Post a Comment