Wednesday, 11 January 2017

Implikasi Sikap Tegar dan Percaya Diri dalam Mengatasi Individualisme


       Apakah yang disebut individualisme? Baik atau burukkah individualisme itu? Apa akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh individualisme?  Individualisme memiliki beberapa arti sebagai berikut:  (1) paham yang beranggapan bahwa manusia secara pribadi perlu diperhatikan (kesanggupan dan kebutuhannya tidak boleh disamaratakan); (2) paham yang mementingkan hak perseorangan di samping kepentingan masyarakat dan negara; (3) paham yang menganggap diri sendiri (kepribadian) lebih penting daripada orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 430).
       Individualisme dapat dikatakan bukanlah sifat atau pembawaan asli masyarakat Indonesia. Namun, saat ini banyak orang Indonesia mulai terjangkiti individualisme. Gejala ini tidak hanya dapat disaksikan di kota-kota besar, melainkan juga mulai terlihat di desa-desa. 

       Selain ramah-tamah, masyarakat Indonesia dikenal memiliki sifat toleran, tenggang rasa, dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Sifat-sifat ini menyebabkan masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan tolong-menolong dangotong royong yang kuat. Masyarakat senantiasa berusaha menyelesaikan setiap persoalan dengan cara musyawarah dan gotong royong.

       Akan tetapi, akibat makin kuatnya serbuan individualisme di tengah kehidupan masyarakat, kebiasaan musyawarah dan gotong royong masyarakat kita saat ini dirasakan mulai berkurang. Di kota-kota besar bahkan masyarakat saat ini sudah jarang sekali melakukan kegiatan secara gotong royong. Adapun di kota-kota kecil dan di desa-desa, kegiatan gotong royong –– walaupun masih dilakukan –– frekuensinya sudah tidak lagi sesering dan sekuat dahulu. Dapat dikatakan, di mana-mana masyarakat kita dewasa ini lebih banyak sibuk dan asyik dengan dirinya sendiri.
       Munculnya fenomena atau kecenderungan individualisme di tengah kehidupan masyarakat kita tidak terlepas dari pengaruh budaya asing yang masuk ke Indonesia melalui bacaan (buku, majalah, koran, dan sebagainya) serta tontonan (televisi, film, dan internet), selain juga melalui kehadiran langsung orang-orang asing di Indonesia lewat kegiatan pariwisata. Kecenderungan sifatindividualisme juga diperkuat oleh kehadiran peralatan informasi dan komunikasi berteknologi canggih, seperti handphone dan internet. Kedua alat atau media ini memungkinkan orang dapat berhubungan secara mudah dengan sesamanya dari berbagai pelosok dunia sambil tetap berada di dalam rumah. Kemudahan ini menyebabkan orang menjadi “manja” sehingga kemudian cenderung menyebabkan munculnya kebiasaan menyendiri, tertutup, dan malas untuk berhubungan langsung (face to face) dengan sesamanya serta cenderung mengabaikan tugas dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan sehari-hari.
       Mulai munculnya kecenderungan semacam itu tentu patut membuat kita prihatin. Kehidupan sosial kita menjadi renggang karena setiap warga dan keluarga cenderung hidup menyendiri serta mengutamakan kepentingan diri sendiri. Sifat atau kebiasaan silaturahmi, saling tolong, dan gotong royong terancam hilang dari kehidupan kita.
       Untuk mencegah hal itu berlangsung lebih mendalam, kita harus tetap mengambil sikap tegar dan percaya diri tinggi. Kita perlu menyadari bahwa kita memiliki watak dan tradisi tersendiri dalam kehidupan sosial. Watak dan tradisi ini merupakan ciri khas yang selama berabad-abad menjadikan bangsa Indonesia hidup rukun dan damai dalam suasana persatuan di tengah kemajemukan.
       Kita harus tetap tabah, yakin, dan percaya bahwa ciri khas bangsa kita itu akan menghindarkan kita dari berbagai bentuk bencana sosial, seperti penyimpangan sosial dan konflik sosial. Salah satu hal yang selama ini membuat bangsa kita dapat bertahan hidup dalam keutuhan, persatuan, dan keberadaban yang kuat tidak lain adalah karena kita memiliki kebiasaan silaturahmi, musyawarah, dan gotong royong. Sebaliknya, sifat individualistis seringkali tak hanya menyebabkan terjadinya kerenggangan sosial, melainkan juga mengakibatkan kehidupan individu dan masyarakat penuh dengan kecurigaan, ketegangan, dan juga konflik.
       Oleh sebab itu, kita harus segera sadar untuk kembali pada sifat asli dan asal kita, yakni keramahtamahan, saling peduli, mengutamakan musyawarah, dan gotong royong. Kita perlu tahu dan optimis, sifat atau tradisi tersebut tidak akan pernah ketinggalan zaman serta mampu menyelamatkan kita dari perpecahan dan kehancuran kehidupan sosial. Handphone dan internet boleh marak di tengah kehidupan kita serta orang-orang asing silakan terus berwisata ke Indonesia, tetapi dengan yakin kita harus tetap mempertahankan sifat ramah, peduli, musyawarah, dan gotong royong.

No comments:

Post a Comment