Sunday, 5 November 2017

Ditunggu: Instruksi Jokowi untuk Mengungkap dan Menuntaskan Kasus Novel Baswedan

Sumber: akcdn.detik.net.id & cdn.tmpo.co

Setelah tujuh bulan berlalu (terhitung sejak 11 April 2017), kasus teror penyiraman air keras ke wajah dan mata Novel Baswedan tidak kunjung dapat diungkap oleh Polri. Sejumlah barang bukti (antara lain, rekaman CCTV dan mug yang digunakan untuk melakukan penyiraman) telah ditemukan dan diserahkan pihak keluarga Novel kepada Polri serta beberapa orang juga telah memberikan kesaksian. Namun, dengan alat bukti dan kesaksian yang sebenarnya (menurut Novel dan publik) lebih dari cukup itu, tetap saja Polri mengalami kesulitan untuk mengungkap kasusnya.
Dalam beberapa kesempatan, Novel mengaku, ia mendapat informasi bahwa seorang perwira tinggi (jenderal) Polri yang masih aktif terlibat dalam teror dan penyerangan terhadap dirinya. Informasi tersebut, menurut Novel, diperoleh dari sumber yang sangat terpercaya. Keterlibatan sang jenderal polisi membuat Novel sangat meragukan kasus teror dan penyerangan terhadap dirinya akan ditangani (secara hukum) dengan serius dan benar oleh Polri sehingga ia sangat berharap kepada Presiden Jokowi untuk membentuk tim gabungan pencari fakta yang melibatkan berbagai unsur dan kalangan independen guna mengungkap dan menuntaskan kasus yang menimpa dirinya.
Dengan mengingat integritas dan prestasi tinggi yang dimiliki Novel dalam pemberantasan korupsi selama ini, publik tampaknya sangat mempercayai pernyataan Novel di atas. Novel Baswedan oleh publik Indonesia dikenal sebagai polisi penyidik andal yang memilik komitmen dan keseriusan tinggi dalam melakukan tugas pemberantasan korupsi. Kepercayaan dan respek publik yang tinggi terhadap Novel menyebabkan publik menjadikan pernyataan novel di atas sebagai tolok ukur untuk menilai Polri dalam menangani dan menuntaskan kasus ini.
Tanggung Jawab Presiden
Kasus Novel bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab Polri, melainkan juga tanggung jawab Jokowi selaku presiden yang membawahkan, mengoordinasi, dan mengomandani Polri.  Kita tahu, dalam struktur pemerintahan presidensial, presiden tidak hanya mengepalai para menteri, TNI, dan Kejaksaan Agung, tetapi juga Polri. Oleh sebab itu, setelah penanganan oleh Polri sepertinya jalan di tempat, kini desakan untuk segera mengungkap kasus tersebut mengerucut ke pemimpin pemerintahan tertinggi di negeri ini: Presiden Joko Widodo.
Kritik, dorongan, teriakan, dan bahkan cibiran publik ­­­­­yang diekspresikan melalui berbagai diskusi, talk show, demonstrasi, dan juga ungkapan-ungkapan di berbagai media sosial tak kunjung mampu membuat Polri menghasilkan kemajuan signifikan dalam melakukan pengusutan. Sepertinya ada ganjalan besar dan kuat di dalam tubuh internal Polri sehingga institusi ini mengalami kesulitan atau kendala serius dalam mengungkap kasus Novel. Lama dan berlarut-larutnya penanganan kasus ini oleh Polri di tengah tersedianya barang bukti dan kesaksian yang cukup menunjukkan besarnya kesulitan dan kendala itu sehingga diperlukan kepedulian dan inisiatif Jokowi selaku presiden RI.
Terlepas dari cara atau strategi yang akan diambil, Jokowi wajib memberikan perhatian serius dan mengambil tindakan konkret untuk menuntaskan kasus Novel. Setidaknya terdapat dua cara yang dapat dilakukan mantan gubernur DKI Jakarta itu dalam mengungkap kasus tersebut. Pertama, jika Jokowi memandang Polri masih mampu menyelesaikannya, (untuk kesekian kalinya) ia wajib memberikan instruksi kepada Kapolri (Jenderal Tito Karnavian) untuk segera menuntaskan kasus itu.  Kedua, jika ia menganggap Polri sudah tidak mampu lagi menyelesaikannya dengan profesional dan objektif, di sisi satu ia harus memberikan sanksi kepada jajaran Polri dan di sisi lain ia harus segera membentuk tim gabungan pencari fakta independen.
Instruksi Jokowi kepada Polri melalui Kapolri adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kasus Novel bukanlah kasus kecil dan sepele.  Secara pidana, derajat kriminalitasnya sebenarnya tidaklah terlalu berat, tetapi dari perspektif penegakan hukum bobotnya sangatlah besar dan krusial karena menyangkut masa depan upaya pemberantasan korupsi yang di Indonesia sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Jokowi bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus itu melalui Kapolri dan jajarannya karena sebagai presiden ia bertugas dan berkewajiban menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (terutama kasus-kasus besar).
Secara konstitusional dan moral, Jokowi berkewajiban menyelesaikan kasus hukum Novel, tetapi secara struktural dan operasional ia tidak harus melakukannya langsung dengan tangannya sendiri, melainkan melalui bawahannya yang membidangi masalah keamanan dan hukum, yakni Kapolri beserta jajarannya. Itulah sebabnya, diperlukan instruksi Jokowi kepada Kapolri sebagai implementasi dari pelaksanaan tugas, tanggung jawab, dan kewajibannya dalam mengatasi masalah hukum dan keamanan nasional.
Bentuk instruksi Jokowi kepada Kapolri adalah perintah tegas dan lugas untuk bekerja sebaik-baiknya mengungkap kasus teror dan penyerangan terhadap Novel serta menangkap dalang dan pelaku yang sesungguhnya tanpa rekayasa.  Agar lebih terukur dan jelas targetnya, Jokowi juga harus memberi batas waktu (deadline) kepada Kapolri dalam mengungkap kasus itu ­­­­­– apalagi kasusnya terjadi sejak tujuh bulan silam. Jika sampai batas waktu yang ditentukan, Polri tidak mampu melaksanakan tugas pengusutan dan pengungkapan kasus Novel, maka sebagai bentuk pertanggungjawaban presiden kepada rakyat (sebagai pemegang kedaulatan negara), Jokowi harus memberikan sanksi yang tegas, jelas, dan konkret kepada Kapolri beserta jajarannya.
Instruksi merupakan perintah kepada bawahan untuk menjalankan tugas, tanggung jawab, dan kewajiban sebagaimana mestinya. Instruksi atasan kepada bawahan merupakan kelaziman dan bahkan menjadi kewajiban seorang pemimpin jika bawahannya tidak mampu menjalankan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Instruksi menjadi bagian tak terpisahkan dari mekanisme kepemimpinan dan manajerial organisasi, termasuk organisasi besar yang disebut negara dan pemerintahan. Tanpa instruksi, organisasi mustahil dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan prestasi yang tinggi.
Instruksi Berbeda dengan Intervensi
Instruksi berbeda sekali dengan intervensi, satu hal yang sangat sering disalahartikan publik dalam menilai hubungan pemimpin dan bawahan dalam pemerintahan.  Secara substansial, instruksi adalah perintah untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan semestinya guna mendapatkan hasil yang baik berdasarkan standar organisasi, sedangkan intervensi adalah mencampuri dan mengarahkan atau mengendalikan pelaksanaan tugas dan pekerjaan bawahan agar diperoleh hasil yang sesuai dengan kehendak dan kepentingannya (sang atasan). Terkait dengan penanganan kasus Novel, selama perintah Jokowi kepada Kapolri tidak diarahkan untuk membuahkan hasil penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan selera dan kepentingan sempit diri presiden, maka perintah itu merupakan murni instruksi yang sudah semestinya diberikan oleh Jokowi.

Namun, jika seluruh mekanisme instruksi yang diberikan Jokowi tidak kuasa membuat Polri mampu mengungkap dan menuntaskan kasus Novel, maka tak terhindarkan lagi, Jokowi harus membentuk tim gabungan pencari fakta independen (TGPFI). Sambil tetap memberikan evaluasi yang diikuti sanksi kepada jajaran Polri karena tidak mampu menjalankan tugas penegakan hukum dalam kasus Novel, Presiden Jokowi membetuk TGPFI yang beranggotakan tokoh-tokoh dan ahli-ahli independen yang berintegritas dan berkomitmen tinggi dalam penegakan hukum. Hal ini merupakan bentuk pertanggungjawaban Jokowi selaku presiden kepada rakyat dalam upaya penegakan hukum. Sanksi kepada Polri dilakukan untuk memulihkan dan mengembalikan Polri sebagai institusi penegak hukum, penjaga keamanan dan ketertiban, serta pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Adapun pembentukan TGPFI itu sendiri merupakan langkah darurat untuk menegakkan hukum setelah Polri tidak mampu melakukannya dengan baik dan semestinya. Allahu a’lam bissawaab.

Thursday, 26 January 2017

Pengertian Pajak


Di sebuah permukiman penduduk di suatu kota, hidup pasangan suami istri muda, Pak Bambang dan Bu Amanda.  Mereka tinggal di sebuah perumahan dengan dua orang anak yang masih balita. Pak Bambang bekerja sebagai seorang karyawan pada sebuah perusahaan penerbitan, sedangkan Bu Amanda mengajar di sebuah SMK swasta terpandang. 

       Dari waktu ke waktu,  karier Pak Bambang kian menanjak hingga ia dipromosikan menjadi kepala divisi. Tak mau kalah dengan suaminya, Bu Amanda mencoba mengejar  karier dengan bekerja penuh ketekunan dan disiplin hingga kemudian diangkat menjadi wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Sejalan dengan kian berkembang dan meningkatnya karier, gaji Pak Bambang dan Bu Amanda pun ikut meningkat.  Gaji Pak Bambang kini telah mencapai 15 juta rupiah per bulan, sedang gaji Bu Amanda 10 juta rupiah per bulan.

       Sebagai orang yang terpelajar serta anggota masyarakat yang aktif menyerap informasi, Pak Bambang dan Bu Amanda sebenarnya sudah semenjak lama mendengar dan mengetahui perihal pentingnya pajak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui media massa, mereka sering mendengar dan membaca imbauan petugas pajak agar warga masyarakat yang sudah mampu atau berkecukupan (harta) bersedia membayar pajak kepada negara. Namun, karena dahulu Pak Bambang dan Bu Amanda masih merasa berpenghasilan pas-pasan dan belum layak untuk membayar semua jenis pajak, mereka tidak tertarik untuk mengetahui lebih jauh perihal pentingnya membayar pajak.

       Selama itu mereka hanya membayar pajak untuk kendaraan bermotor (sepeda motor) serta bumi dan bangunan saja. Setahu mereka, kedua jenis pajak itulah yang lazim diurus dan dibayar orang-orang di sekitar mereka.  Adapun untuk jenis pajak yang lain, seperti pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN), mereka tidak peduli.

       Namun, kini setelah karier berkembang pesat serta penghasilan bertambah banyak, mereka mulai tertarik kembali untuk memahami pentingnya pajak. Kedudukan Pak Bambang sebagai kepala divisi serta Bu Amanda sebagai wakil kepala sekolah menyebabkan kesadaran mereka berdua akan kewajiban membayar pajak menjadi makin kuat. Oleh karena itulah, mereka kemudian aktif mencari informasi tentang prosedur atau tata cara membayar pajak yang benar. Melalui informasi dari petugas keuangan di tempat mereka bekerja masing-masing, mereka berinisiatif untuk membuat NPWP (nomor pokok wajib pajak). Tanpa banyak pertimbangan lagi, mereka kemudian mengurus dan membuat NPWP di kantor pelayanan pajak terdekat serta akhirnya tanpa ragu-ragu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar pajak penghasilan dan pajak-pajak lain yang diperlukan. 

       Dari kisah singkat di atas, apakah yang dapat kita pahami dari pajak? Apa sesungguhnya pengertian pajak itu? Kisah tentang Pak Bambang dan Bu Amanda di atas memperlihatkan bahwa pada intinya pajak merupakan kewajiban warga negara untuk membayar kepada pemerintah/negara atas sesuatu yang dimilikinya. Akan tetapi, bagaimanakah pengertian pajak yang terperinci dan benar menurut ketentuan atau standar yang berlaku? Pengertian atau definisi tentang pajak dapat kita temukan dari berbagai sumber literatur. Berikut ini dikutipkan beberapa pengertian pajak dari berbagai sumber dan pakar.

  1. Pajak adalah pungutan wajib, yang biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 812).
  2. Pajak adalah iuran wajib bagi semua penduduk tanpa memandang apakah penduduk yang bersangkutan itu pribumi atau nonpribumi serta warga negara atau bukan warga negara (Kamus Besar Ekonomi, 2003: 402).
  3. Pajak adalah iuran yang diberikan oleh warga negara kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro dalam Waskito, 2011: 5).
  4. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara (Judisseno dalam Waskito, 2011: 5).
  5. Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Adriani dalam Waskito, 2011: 5).
  6. Pajak adalah sumbangan atau kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya memaksa menurut undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung serta digunakan oleh negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat (disarikan dari berbagai undang-undang perpajakan).

Unsur dan Sifat Pajak

       Dari pengertian atau definisi tentang pajak, dapat ditarik sebuah benang merah mengenai pajak. Intinya, pajak merupakan kewajiban membayar sejumlah uang oleh setiap warga negara (yang telah memenuhi syarat tertentu) kepada negara yang pelaksanaannya bersifat memaksa berdasarkan ketentuan undang-undang. Hasil pembayaran (uang) yang dilakukan oleh warga negara tersebut pada dasarnya secara tidak langsung akan dikembalikan lagi untuk kepentingan warga negara (masyarakat) dalam bentuk pelaksanaan pembangunan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

       Uraian tersebut menunjukkan bahwa sebagai suatu program atau kebijakan, pajak memiliki unsur dan sifat tertentu. Sifat dan unsur pajak yang dimaksud selanjutnya dapat diperinci dan dijelaskan sebagai berikut.

  1. Pajak adalah program atau kebijakan yang diberlakukan oleh negara. Praktik atas kebijakan ini dijalankan oleh pemerintah –– sebagai pengelola kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara –– berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  2. Pajak diberlakukan dengan tujuan menghimpun dana dari masyarakat. Hasil penghimpunan dana ini selanjutnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dan kegiatan pembangunan dengan sasaran meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memantapkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
  3. Pajak adalah kewajiban warga negara kepada negara. Kewajiban ini bersifat imperatif; artinya mengikat dan memaksa. Warga negara yang melanggar kewajiban ini akan mendapat sanksi hukum. Warga negara dalam hal ini dapat bersifat individual (orang per orang) dan dapat pula bersifat kolektif dalam bentuk badan usaha (perusahaan).
  4. Warga negara atau masyarakat yang dikenai kewajiban membayar pajak adalah mereka yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan-persyaratan yang digunakan, antara lain, terkait dengan jumlah penghasilan, kepemilikan barang, dan kegiatan ekonomi lain.
  5. Pajak dibayarkan oleh warga negara atau masyarakat kepada negara tanpa disertai pemberian imbalan secara langsung (oleh negara kepada masyarakat). Artinya, warga negara atau anggota masyarakat pembayar pajak tidak akan mendapat imbalan langsung dan seketika dalam bentuk apa pun dari negara, kecuali hasil-hasil kegiatan pembangunan dalam berbagai bidang yang dilaksanakan oleh negara.

Jenis-Jenis Pajak

       Dalam dunia perpajakan, terdapat berbagai jenis pajak yang harus dibayarkan wajib pajak kepada negara atau pemerintah. Jenis-jenis pajak tersebut umumnya digolongkan berdasarkan tiga hal, yakni lembaga pemungutnya, sifatnya, dan penanggungnya. Berikut ini dipaparkan lebih terperinci penggolongan atas ketiga hal tersebut.

A.    Berdasarkan Lembaga Pemungutnya
       Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak terbagi menjadi dua jenis pajak, yakni pajak pusat dan pajak daerah. Berikut ini Penjelasan atas kedua jenis pajak tersebut.

  1. Pajak pusat adalah pajak yang kewenangan pemungutan atau penarikannya dimiliki oleh pemerintah pusat. Dalam kaitan ini, instansi yang bertugas dan bertanggung jawab melakukan pemungutan pajak adalah direktorat jenderal pajak, direktorat jenderal bea dan cukai, atau pihak lain yang ditunjuk berdasarkan ketentuan undang-undang atas nama pemerintah pusat. Dana hasil pemungutan pajak pusat digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran rutin pemerintah pusat. Contoh pajak pusat adalah pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM), bea masuk dan cukai, serta bea materai.
  2. Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutan atau penarikannya dimiliki oleh pemerintah daerah –– baik pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten, maupun pemerintah daerah kota. Instansi yang mendapat tugas dan diberi tanggung jawab melakukan pemungutan pajak daerah adalah dinas pendapatan daerah (dipenda). Dana hasil pemungutan pajak daerah digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah daerah dan pembangunan di daerah. Contoh pajak daerah adalah pajak hiburan (pertunjukan dan keramaian), pajak reklame, pajak atas izin tinggal, dan pajak kendaraan bermotor.

B.   Berdasarkan Sifatnya
       Berdasarkan sifatnya, pajak terdiri atas pajak subjektif dan pajak objektif. Berikut ini penjelasan mengenai pajak subjektif dan pajak objektif.

  1. Pajak subjektif adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak itu sendiri. Subjek, yakni orang atau individu, merupakan sasaran utama pajak. Dalam pajak ini, keadaan subjek (wajib pajak) mendapat perhatian dan pengenaan pajak terhadap wajib pajak didasarkan pada kemampuannya, seperti jumlah penghasilan dan tanggungan yang ia miliki. Contohnya ialah pajak penghasilan (PPh).
  2. Pajak objektif adalah pajak yang dikenakan terhadap objek tertentu yang dapat berupa benda, perbuatan, keadaan, atau kejadian. Sasaran pokok pajak ini adalah objeknya, bukan subjeknya. Contoh pajak objektif adalah pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak kendaraan bermotor.

3.    Berdasarkan Penanggungnya
       Berdasarkan penanggungnya, pajak juga dibagi menjadi dua, yakni pajak langsung dan pajak tidak langsung. Berikut ini penjelasan mengenai kedua jenis pajak tersebut.

  1. Pajak langsung adalah pajak yang ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan serta tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain dan dipungut secara periodik. Contoh pajak langsung adalah pajak penghasilan (PPh) dan pajak kendaraan bermotor.
  2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut jika terjadi peristiwa atau dilakukan perbuatan tertentu serta wajib pajak (pembayar pajak) dapat mengalihkan beban pajaknya kepada pihak lain. Dalam hal ini, pihak yang tercatat di kantor pajak hanyalah penanggung jawab pajak, bukan pemikul pajak. Penanggung jawab pajak lebih dahulu menanggung beban pajak yang nantinya akan dilimpahkan kepada pemikul pajak. Contoh pajak tidak langsung adalah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM).

Sistem Pemungutan Pajak

       Pemungutan pajak oleh negara dilakukan dengan memakai sistem tertentu. Setidaknya ada tiga sistem yang lazim digunakan dalam penarikan pajak. Ketiga sistem tersebut ialah self assessmentofficial assessment, dan witholding system. Berikut ini dijelaskan ketiga sistem pemungutan pajak tersebut.

A.   Self Assessment

       Sistem self assessment dilakukan dengan mengandalkan inisiatif pembayar pajak atau wajib pajak. Dalam sistem ini, wajib pajak menentukan sendiri jumlah atau besaran pajak yang harus dibayarkan kepada negara. Penentuan atas jumlah pajak oleh wajib pajak ini tentu saja tidak boleh dilakukan secara acak dan sembarangan, melainkan harus disesuaikan dengan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Self assessment adalah sistem yang umumnya dianut dalam pemungutan pajak di Indonesia. Sistem ini membutuhkan inisiatif, pengetahuan (tentang perpajakan), disiplin, dan kejujuran wajib pajak. Berdasarkan sistem ini, negara memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk melakukan hal-hal berikut:
  1. menghitung sendiri jumlah atau besaran pajak yang terutang (yang harus dibayarkan) kepada negara,
  2. membayarkan sendiri jumlah atau besaran pajak yang terutang kepada negara, dan 
  3. melaporkan sendiri jumlah atau besaran pajak yang terutang.

    B.   Official Assessment
           Official assessment adalah sistem pemungutan pajak yang penghitungan jumlah atau besaran pajak terutang dari wajib pajak dilakukan oleh aparat atau petugas pajak. Dalam sistem ini, inisiatif penghitungan dan pemungutan pajak sepenuhnya berada pada aparat atau petugas pajak yang tak lain adalah aparat pemerintah dari kantor pelayanan pajak atau direktorat jenderal pajak. Sistem ini mengandalkan kemampuan dan kejujuran aparat pajak dalam menghitung dan menentukan jumlah/besaran pajak dari para wajib pajak.

    C.   Witholding System

           Witholding system adalah sistem pemungutan pajak yang penghitungan jumlah atau besaran pajak terutang dari seorang wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga di sini dapat berupa individu perorangan atau lembaga. Akan tetapi, yang jelas, pihak ketiga ini harus memiliki pengetahuan perpajakan dan kemampuan yang memadai dalam menghitung pajak yang sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

    Wednesday, 25 January 2017

    Keuntungan dan Kerugian dari Gunung Berapi

           Dalam rentang waktu yang cukup lama, Indonesia, yang memang menjadi tempat bercokolnya banyak sekali  gunung berapi, direpotkan oleh guncangan letusan gunung berapi. Dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya ada empat gunung berapi yang meletus, yakni Gunung Sinabung (Sumatra Utara), Gunung Kelud (Jawa Timur), dan Gunung Slamet (Jawa Tengah), dan Gunung Gamalama (Maluku). Letusan keempatnya menimbulkan korban jiwa, memaksa penduduk sekitar mengungsi, dan menimbulkan hujan abu (vulkanik) yang menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat.

           Dalam khazanah kegunungapian dunia, nama Indonesia sudah melegenda. Pada abad ke-19, letusan Gunung Krakatau (di Selat Sunda) dan Gunung Tambora (Nusa Tenggara) menimbulkan guncangan dan dampak dahsyat: membunuh puluhan ribu penduduk dan mengacaukan iklim dunia. Bahkan, letusan Gunung Toba –– yang merupakan gunung berapi yang sangat besar (supervulcano) dan kini menjelma menjadi danau terbesar di Indonesia, Danau Toba –– konon menyebabkan terbunuhnya 60 persen penduduk bumi, memengaruhi iklim bumi, dan memusnahkah beberapa spesies makhluk hidup di bumi. Letusan Gunung Toba, konon, merupakan letusan gunung berapi terbesar dan terdahsyat yang pernah terjadi di bumi.


           Apa dan bagaimanakah sebenarnya gunung berapi yang keberadaan dan letusannya dapat memengaruhi kehidupan di bumi itu? Gunung berapi merupakan fenomena alam. Letusannya dapat menyebabkan bencana alam yang destruktif. Meletusnya gunung berapi diakibatkan endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar di lapisan bumi yang bersuhu sangat tinggi, diperkirakan lebih dari 1.000°C. Magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava dapat mencapai 700–1.200°C. 


           Saat meletus, gunung berapi dapat menyemburkan batu dan abu sampai sejauh 18 km atau lebih, sedangkan lavanya dapat membanjiri daratan hingga sejauh radius 90 km. Letusan gunung berapi juga menyemburkan berbagai gas. Gas vulkanik yang keluar dari letusan gunung berapi, antara lain, karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen sulfida, sulfur dioksida, dan nitrogen yang dapat membahayakan manusia.


           Bagaimana dengan lava, lahar, hujan abu, dan awan panas yang biasa kita jumpai saat terjadi letusan gunung berapi? Lava adalah cairan magma dengan suhu tinggi yang mengalir dari perut bumi ke permukaan melalui kawah. Lava encer akan mengalir mengikuti daerah aliran sungai, sedangkan lava kental akan membeku di dekat dengan sumbernya. Lava yang membeku akan membentuk bermacam-macam batuan. Lahar adalah lava yang telah bercampur dengan batuan, air, dan material lain. Lahar sangat berbahaya bagi penduduk di lereng gunung berapi.


           Hujan abu akibat gunung meletus biasa disebut hujan abu vulkanik. Oleh karena sangat halus, abu letusan dapat diterbangkan angin hingga ribuan kilometer jauhnya –– seperti yang terjadi pada letusan Gunung Kelud Februari 2014 lalu. Abu vulkanik dapat menganggu pernapasan dan menyebabkan gangguan pada paru-paru.


           Awan panas hasil letusan biasanya bergerak bergulung-gulung menuruni lereng dengan kecepatan tinggi serta membakar dan menghanguskan benda-benda yang dilaluinya. Namanya juga awan panas, awan ini bisa memiliki suhu lebih dari 600°C. Makhluk hidup yang terkena terjangannya umumnya akan terbakar, hangus, dan mati. Awan panas oleh penduduk sekitar Gunung Merapi populer disebut wedhus gembel –– pada letusan Merapi akhir tahun 2010 wedhus gembel  menyebabkan kematian puluhan penduduk setempat, termasuk juru kunci Merapi yang legendaris, Mbah Maridjan.


           Letusan gunung berapi memang dapat menimbulkan banyak dampak negatif bagi makhluk hidup dan lingkungan. Selain awan panasnya dapat menyebabkan kematian tumbuhan, hewan, dan manusia, berbagai jenis gas yang disemburkannya juga akan mengakibatkan tercemarnya udara. Aktivitas penduduk sekitar gunung terhenti (ditinggal mengungsi) dan denyut ekonomi juga akan terhenti.


           Namun, letusan gunung berapi juga dapat membawa dampak positif dan berkah tersendiri. Tanah yang dilalui material vulkanik, terutama lahar, menjadi sangat subur sehingga baik untuk kegiatan pertanian. Letusan biasanya juga menghasilkan pasir dan batu berkualitas tinggi yang sangat baik untuk bahan bangunan. Dampak positif lainnya, antara lain, akan tumbuh lagi pepohonan yang membentuk hutan baru dengan ekosistem yang baru, terbentuk geyser (sumber mata air panas), muncul mata air dengan kandungan mineral yang sangat melimpah, serta. potensial terjadinya hujan orografis.

    Tokoh Inspiratif: Abdurrahman Wahid, Pejuang Pluralisme Agama

    Abdurrahman Wahid lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940, dari pasangan Wahid Hasyim-Solichah. Gus Dur –– demikian panggilan akrab tokoh ini –– merupakan keturunan pejuang dan pahlawan. Ayahnya, Wahid Hasyim, adalah tokoh yang dikenal sebagai salah satu founding father (pendiri negara) Republik Indonesia dan pahlawan nasional; adapun kakeknya, Hasyim Asy’ari, tak lain adalah kiai besar pendiri Nahdatul Ulama dan pahlawan nasional pula.
    Melampaui kakek dan ayahnya, ia terpilih menjadi presiden (keempat) Republik Indonesia –– walaupun kemudian diturunkan melalui proses impeachment. Sebelum menjadi presiden, Gus Dur sudah terkenal, di dalam maupun di luar negeri. Ia dikenal luas, terutama, karena gagasan-gagasannya yang kontroversial.
    Sikapnya yang memperlihatkan ia sebagai tokoh yang seringkali memicu kontroversi adalah kegigihannya dalam membela kaum minoritas –– terutama minoritas agama. Gus Dur adalah seorang kiai, tetapi ia juga dikenal sebagai tokoh yang menjunjung tinggi pluralisme agama. Di Indonesia pemeluk Islam merupakan mayoritas, tetapi Gus Dur menentang keras jika umat Islam atau pemerintah melakukan represi dan diskriminasi terhadap umat agama minoritas –– Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
    Gus Dur menunjukkan sikap antidiskriminasi agama dengan konsisten. Sikap ini ia ambil dan pertahankan sejak menjadi aktivis LSM, menjadi ketua umum PB NU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama), menjadi presiden RI, hingga kembali menjadi warga negara biasa dan kemudian wafat. Sikap ini menjadikannya sebagai tokoh yang mendapat banyak penghargaan dari berbagai organisasi nasional dan internasional. Lembaga internasional yang pernah memberinya penghargaan terkait dengan sikap antidiskriminasi agamanya , antara lain, Simon Wiethemthal Center (New York), Mebal Valor (Los Angeles), dan Temple University.
    Kendatipun lahir, tumbuh, dan besar di lingkungan organisasi Nahdatul Ulama yang cenderung tradisional, Gus Dur tergolong tokoh langka yang cukup gencar dalam melakukan pembaruan. Gagasan-gagasannya seringkali dirasakan aneh, nyeleneh, dan melawan arus. Selain sikapnya yang antidiskriminasi terhadap umat agama minoritas, ia juga pernah mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan beberapa pihak di negara Israel –– suatu hal yang ditentang oleh banyak kalangan di Indonesia. Ketika para intelektual Islam pada tahun 1990 mendirikan organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), Gus Dur pun menolak untuk ikut bergabung dan justru mendirikan organisasi tandingan yang ia beri nama Forum Demokrasi (Fordem).

    Gus Dur adalah salah satu dari sangat sedikit tokoh Indonesia yang memiliki minat yang sangat luas. Selain terhadap politik, ia menaruh minat pula terhadap pendidikan, kesenian, olahraga, hak asasi manusia (HAM), dan civil society (masyarakat sipil). Gus Dur menunjukkan minatnya yang luas itu melalui berbagai buku serta esai dan artikel yang ditulisnya.

    Tokoh Inspiratif: Dato’ Sri Tahir, Triliuner yang Filantropis

    Dato’ Sri Tahir lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 26 Maret 1952. Tahir lahir dan besar dari pasangan suami-istri pembuat becak. Setamat SMA tahun 1971, Tahir bercita-cita menjadi dokter. Namun, cita-cita itu kandas akibat ayahnya yang sakit keras tak mampu lagi membiayai kehidupan keluarga. Tahir harus berhenti kuliah untuk meneruskan bisnis ayahnya.
    Tahir beruntung, pada usia 20 tahun ia mendapat beasiswa untuk menempuh studi bisnis di Nanyang Technological University, Singapura. Pada usia 35 tahun, ia juga mampu menyelesaikan studi keuangan di Golden Gates University. Saat kuliah di Nanyang Technological University, ia mengasah kemampuannya berdagang. Setiap bulan ia kulakan pakaian wanita dan sepeda di Singapura untuk kemudian dijual di Surabaya saat mudik.
    Keuletan dan keberaniannya berdagang mengantarkannya menjadi pengusaha sukses. Ia dikenal sebagai pendiri dan pemilik Mayapada Group, holding company yang menaungi beberapa unit usaha. Bisnisnya meliputi dealer, garmen, perbankan, properti, rumah sakit, dan media massa. Kini ia masuk dalam daftar 20 orang terkaya di Indonesia –– dengan kekayaan sekitar 2 miliar dolar AS (19 triliun rupiah) ia pernah menduduki peringkat ke-12.
    Tak hanya sibuk berbisnis, Tahir juga aktif dalam misi kemanusiaan. Majalah ternama dunia, Forbes, menobatkannya sebagai tokoh dermawan dan baik hati. Bersama tiga tokoh lain dari Indonesia, ia masuk dalam 48 Pahlawan Filantropis Asia, yakni daftar tokoh Asia  yang dianggap pahlawan karena kedermawanan dan kebaikan hatinya dalam membantu kaum miskin, lemah, dan menderita.
    Rumah sakit milik Tahir pernah memberi pelayanan operasi jantung gratis bagi 100 pasien. Dana 75 juta  dolar AS ia sumbangkan untuk The Global Fund dalam upaya melawan TBC, HIV (AIDS), dan malaria di Indonesia. Ia juga mengucurkan dana 3,27 juta dolar AS untuk beasiswa mahasiswa tidak mampu di sepuluh perguruan tinggi di Indonesia serta membeli 10.000 laptop bagi para bintang kelas sekolah menengah dari keluarga tak mampu.
    Oleh karena sifat filantropisnya, Tahir banyak menerima penghargaan. Ia meraih penghargaan “Chancellor Citation” (kepemimpinan luar biasa dalam bisnis dan pengabdian filantropi dan pelayanan masyarakat) dari University of California, AS (2011) serta penghargaan “Entrepreneur of the Year 2011” dari mantan PM Singapura, Lee Kuan Yew. Penghargaan yang lain masih banyak ia terima.


    Tokoh Inspiratif: Emil Salim, Bapak Lingkungan Hidup Indonesia

    Jika ada tokoh yang layak disebut sebagai Bapak Lingkungan Hidup Indonesia, maka dialah Emil Salim. Emil tampil menyerukan, dan bekerja mewujudkan, pentingnya aspek lingkungan dalam pembangunan saat masyarakat dan para pembuat kebijakan masih mengidap rabun bahkan buta lingkungan (ecoilliteracy). Sejak dekade 1970-an hingga sekarang, Emil nyaris sendirian berada di garis depan generasinya memperjuangkan isu lingkungan di Indonesia.
    Ia bekerja agar kesadaran lingkungan dengan wawasan global menjadi bagian penting dari pembangunan nasional dan masa depan Indonesia. Saat rezim Orde Baru gencar melakukan pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, Emil Salim sudah menandaskan bahwa di samping pemerataan pendapatan, lingkungan hidup merupakan aspek yang harus diperhatikan agar pembangunan itu sendiri dapat berkelanjutan dan mencapai tujuannya yang paling penting.
    Peran yang dimainkan Emil Salim dalam agenda pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan telah mendunia. Ia adalah anggota PBB untuk Komisi Dunia bagi Lingkungan dan Pembangunan (1984–1987), wakil ketua PBB untuk UN High Level Advisory Council  for Sustainable Development (1992), Ketua Komisi Dunia untuk Hutan dan Pembangunan Berkelanjutan (1994), Ketua Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan yang ke-10 (2001–2002), Ketua Panitia Persiapan World Summit (2002), dan Ketua Konferensi Menteri-Menteri Lingkungan Hidup ASEAN yang ke-3.
    Selain menjadi tokoh kunci dalam KTT Bumi (Earth Summit) Rio de Janeiro pada 1992 — yang menjadi fondasi lahirnya deklarasi politis mengenai pembangunan dan lingkungan hidup — Emil juga berperan penting dalam penentuan kebijakan pemerintah RI tentang mitigasi perubahan iklim global dalam berbagai forum internasional mengenai kerangka kerja perubahan iklim (UNFCCC) dan keanekaragaman hayati (CBD).
    Dibantu, antara lain, oleh Koesnadi Hardjasoemantri, mantan rektor UGM, Emil berusaha mewujudkan semangat KTT Bumi di Indonesia. Mereka membentuk Yayasan Ekolabel Indonesia (YEI) yang dewan penyantunnya diketuai Emil sendiri. Lembaga ini berwenang memberikan sertifikat PHL (pengelolaan hutan lestari) dan lacak balak (chain of custody) dan dibuat untuk menampung aspirasi masyarakat sipil dalam menentukan penilaian kinerja pengusahaan hutan dan ikut mempengaruhi kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia. Emil dan Koesnadi juga mendorong prakarsa ditetapkannya kebijakan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam melalui Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati).
    Emil aktif menyerukan pentingnya peran masyarakat dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam Pekan Peringatan Hari Bumi di Freedom Institute, Emil kembali menyatakan, problem terbesar dalam pembangunan lingkungan ialah lemahnya masyarakat madani, padahal justru tekanan masyarakat madanilah yang bisa membuat pembangunan berkelanjutan bisa terwujud dan berjalan optimal. Jika penguatan masyarakat madani adalah solusi sosial-politik pembangunan berkelanjutan, maka pasar yang sehat adalah solusi ekonominya, sementara pengukuhan keanekaragaman (pluralisme) adalah solusi kulturalnya. Keberhasilan pembangunan lingkungan di berbagai tingkat hanya bisa dijamin oleh adanya keadilan dan kebebasan yang merengkuh seluruh rakyat, semua umat manusia, di satu Bumi.

    Karena sumbangannya yang besar dalam pelestarian lingkungan, Emil mendapat banyak penghargaan internasional, antara lain, The Leader of Living Planet Award dari World Wide Fund (WWF) pada 2012. Tokoh lain yang pernah menerima penghargaan ini ialah Kofi Annan, mantan Sekjen PBB. Menurut Emil, penghargaan itu adalah bentuk kepedulian terhadap upaya pelestarian planet bumi.

    Tokoh Inspiratif: Kartini, Pencetus Emansipasi Wanita Indonesia

           Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 21 April 1879. Kartini lahir dari pasangan suami-istri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (bupati Jepara)dan M.A. Ngasirah. Kartini wafat pada 17 September 1904 dalam usia 25 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Desa Bulu, Rembang, kota yang letaknya tidak jauh dari Jepara.
    Sebagai anak seorang bupati sekaligus berasal dari keluarga bangsawan (Jawa), Kartini dapat mengenyam pendidikan yang cukup tinggi untuk ukuran seorang perempuan pada zamannya. Sampai usia 12 tahun, Kartini menempuh pendidikan di ELS (Europese Lagere School). Dari pendidikannya, ia mampu menguasai bahasa Belanda. Berkat kemampuannya berbahasa Belanda yang baik ini, ia mampu melakukan surat-menyurat dengan sahabat-sahabat penanya dari Belanda. Dalam surat-suratnya ia berbicara mengenai banyak hal, terutama kedudukan dan kehidupan kaum perempuan.
    Dari kegemarannya membaca, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir para perempuan Eropa. Ia merasakan perbedaan yang jauh antara kondisi perempuan Eropa dan perempuan pribumi. Perempuan Eropa sudah demikian maju kedudukan dan pemikirannya, sementara perempuan pribumi terbelenggu dalam ketertinggalan serta berada pada status sosial yang rendah.
    Surat-surat yang ia tulis memuat ide-idenya mengenai perbaikan dan persamaan hak kaum wanita pribumi. Kartini menginginkan perempuan pribumi (Jawa) dapat dengan bebas belajar dan menuntut ilmu melalui bangku sekolah. Kartini juga sangat berhasrat perempuan pribumi dapat keluar atau bebas dari kungkungan adat. Adat yang saat itu membelenggu perempuan pribumi, antara lain, perempuan diharuskan hidup dalam pingitan, bersedia dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan bersedia dimadu oleh suami.
    Menurut Kartini, adat menjadi penghambat terwujudnya kebebasan dan kemajuan perempuan pribumi. Belenggu adat menyebabkan perempuan pribumi hidup dalam keterbelakangan dan dominasi kaum laki-laki. Perempuan pribumi tampak hidup dalam ketertindasan dan ketidakadilan. Keadaan ini memicu keprihatinan Kartini sekaligus menggerakkannya untuk mencetuskan gagasan pembebasan dan pemajuan kaum perempuan.
    Kartini bukan seorang pejuang yang turut langsung turun di medan tempur melawan kaum penjajah. Namun, ia tetap dinilai sebagai pejuang hak asasi, khususnya hak asasi kaum wanita. Apa yang dilakukannya tergolong luar biasa diukur dari keadaan zamannya. Di tengah cengkeraman kolonialisme Belanda, dominasi kaum laki-laki, dan kungkungan adat yang sangat ketat terhadap kaum wanita, Kartini mencetuskan gagasan yang progresif, yakni keharusan kaum perempuan pribumi keluar dari kungkungan adat dan lepas dari diskriminasi.
    Apa yang ia lakukan tergolong tabu pada zamannya, tetapi sangat positif untuk masa depan kaum perempuan. Ia berani menentang adat –– suatu hal yang saat itu tergolong rawan dan berbahaya –– demi kebebasan dan kemajuan kaum perempuan. Ide-idenya berusaha membebaskan kaum perempuan pribumi dari adat yang membelanggu selama berabad-abad. Dapat dikatakan, Kartini adalah wanita pertama Indonesia yang mencetuskan ide tersebut pada saat wanita-wanita lain pasrah dalam situasi dan kondisi kehidupan yang represif dan diskriminatif.

    Kartini telah lama wafat meninggalkan kita. Namun, Kartini hanya meninggal secara fisik, sedangkan spirit perjuangan dan gagasan-gagasannya terus hidup dan memberi inspirasi bagi upaya pembebasan dan pemajuan kaum perempuan Indonesia. Kepergiannya meninggalkan warisan yang sangat berharga: ide emansipasi, yang pada waktu-waktu selanjutnya menjadikan wanita Indonesia jauh lebih bebas dan lebih maju (dibandingkan dengan kehidupan wanita pada masa Kartini hidup dahulu).

    Monday, 16 January 2017

    Definisi Potensi dan Macam-Macam Potensi

           Dalam bahasa Inggris, potensi disebut potency, yang berarti ‘daya’, ataupotent, yang berarti ‘keras’ atau ‘kuat’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(2002: 890) dijelaskan bahwa potensi adalah kekuatan, kesanggupan, kemampuan, kekuasaan, atau daya yang mengandung kemungkinan untuk dikembangkan. Dalam kamus ini potensi juga diberi pengertian lain, yaitu kemampuan-kemampuan dan kualitas-kualitas yang dimiliki atau ada pada diri seseorang, yang belum dimanfaatkan secara maksimal atau optimal.
           Pengertian potensi banyak kita temukan dalam kajian-kajian psikologi atau referensi seputar pengembangan diri. Berikut ini dikemukakan beberapa di antaranya.
    1. Potensi adalah  kemampuan dasar dari sesuatu yang masih terpendam yang menunggu untuk diwujudkan menjadi suatu kekuatan nyata (Wiyono, 2006: 37).
    2. Potensi adalah kekuatan, energi, atau kemampuan yang terpendam yang dimiliki dan belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi diri yang dimaksud adalah kekuatan yang masih terpendam yang berupa fisik, karakter, minat, bakat, kecerdasan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam diri seseorang, tetapi belum dimanfaatkan dan diolah (Prihadi, 2004: 6).
    3. Potensi adalah kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang baik fisik maupun mental dan mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan jika dilatih dan ditunjang dengan sarana yang baik (Habsari, 2005: 2).

           Demikianlah, potensi merupakan kekuatan, kesanggupan, kemampuan, atau daya yang dimiliki seseorang. Namun, kekuatan, kesanggupan, kemampuan, atau daya itu masih menjadi hal yang tersimpan, terpendam, atau tersembunyi. Kekuatan, kesanggupan, kemampuan, atau daya tersebut belum dikembangkan menjadi suatu kecakapan atau keterampilan aktif yang menghasilkan karya atau kinerja.

           Dari beberapa definisi di atas dapat dipastikan bahwa potensi yang dimiliki manusia tidak hanya terdiri atas satu jenis, melainkan ada bermacam-macam. Penulusuran terhadap sumber pustaka menunjukkan, terdapat beberapa klasifikasi seputar potensi. Berikut ini beberapa penggolongan potensi dari para ahli dan analis psikologi.
    1.    Manusia memiliki empat potensi, yakni potensi berpikir, potensi emosi, potensi fisik, dan potensi  sosial (Nashori, 2003: 89).
    • Potensi berpikir. Melalui kitab suci, tidak jarang Tuhan memerintahkan manusia untuk berpikir. Manusia hanya disuruh berpikir karena ia memiliki potensi berpikir (otak/pikiran). Manusia mempunyai potensi untuk mempelajari berbagai pengetahuan atau informasi baru, menghubungkan pengetahuan atau informasi baru itu, serta menghasilkan pemikiran (gagasan) baru.
    • Potensi emosi. Potensi emosi disebut juga potensi afeksi. Semua manusia mempunyai potensi cita rasa, yang biasanya digunakan untuk memahami orang lain, memahami suara alam, ingin mencintai dan dicintai, memperhatikan dan diperhatikan, menghargai dan dihargai, serta cenderung kepada keindahan.
    • Potensi fisik. Manusia lazim memiliki tubuh, jasmani, atau fisik. Fisik merupakan potensi manusia yang langsung terlihat secara kasat mata. Fisik menjadi potensi manusia yang sangat penting. Kegiatan pokok sehari-hari manusia yang membutuhkan pergerakan badan dilakukan dengan memanfaatkan potensi fisik.
    • Potensi sosial. Manusia adalah makhluk sosial sehingga tidak dapat hidup sendirian. Manusia senantiasa hidup berkelompok serta menjalin komunikasi dan kerja sama dengan sesamanya. Potensi yang digunakan manusia untuk melakukan semua kegiatan tersebut merupakan potensi sosial.

    2.    Menurut Hery Wibowo (2007: 1), setidaknya ada empat potensi yang terdapat dalam diri manusia sejak lahir, yaitu otak, emosi, fisik, dan spiritual.
    3.    Ahli lain berpendapat bahwa manusia dicipta-kan dengan potensi diri terbaik dibandingkan dengan makhluk yang lain. Ada empat macam potensi yang dimiliki oleh manusia, yaitu potensi intelektual, potensi emosional, potensi spiritual, dan potensi fisik.
    4.    Secara umum, potensi manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni kemampuan dasar, etos kerja, dan kepribadian.
    • Kemampuan dasar meliputi tingkat inteligensi, kemampuan abstraksi, logika, dan daya tangkap.
    • Etos kerja meliputi ketekunan, ketelitian, efisiensi kerja, dan daya tahan terhadap tekanan.
    • Kepribadian merupakan pola menyeluruh yang mencakup semua kemampuan, perbuatan, serta kebiasaan seseorang, baik jasmaniah, rohaniah, emosional, maupun sosial yang ditata dengan cara khas di bawah aneka pengaruh luar. Pola ini berbentuk tingkah laku dalam usaha menjadi manusia seperti yang dikehendaki. Beberapa contoh kepribadian adalah ikhlas, tulus, lincah, dan cerdas.

    5.    Manusia memiliki potensi yang dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu potensi fisik (psychomotoric), potensi mental intelektual (intellectual quotient), potensi emosional (emotional quotient), potensi mental spiritual (spiritual quotient), dan potensi daya juang atau ketahanmalangan (adversity quotient).
    • Potensi fisik. Potensi fisik merupakan potensi yang terdapat pada pancaindra dan organ-organ tubuh yang biasa digunakan untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup. Contohnya adalah kaki untuk berjalan ke kantor, mata untuk melihat pertandingan olahraga, tangan untuk membawa tas, hidung untuk mencium bau, telinga untuk mendengarkan ceramah, dan otak untuk memikirkan masa depan.
    • Potensi mental intelektual. Potensi ini merupakan kecerdasan yang terdapat dalam otak manusia –– terutama otak bagian kiri. Fungsinya, antara lain, untuk merencanakan kegiatan kemasyarakatan, menghitung jumlah keuntungan usaha, dan menganalisis peristiwa alam.
    • Potensi emosional. Potensi ini hampir sama dengan potensi mental intelektual; hanya bedanya potensi ini terdapat dalam otak kita bagian kanan. Fungsinya, antara lain, mengendalikan rasa marah, memberikan tanggung jawab, memotivasi diri, dan memupuk kesadaran diri.
    • Potensi mental spiritual. Potensi ini merupakan kecerdasan yang berasal dari dalam diri manusia yang terkait dengan kesadaran jiwa; bukan hanya untuk mengetahui norma dan nilai, melainkan untuk menemukan norma dan nilai.
    • Potensi daya juang. Potensi ini merupakan kemampuan manusia yang berhubungan dengan keuletan, ketangguhan, dan semangat dalam menghadapi situasi dan kondisi tertentu. Potensi ini digunakan manusia untuk merespons berbagai kesulitan. Melalui potensi ini manusia mampu membalikkan rintangan atau penghalang menjadi peluang.

    Friday, 13 January 2017

    Quo Vadis Ujian Nasional


          Ujian nasional (UN) yang diadakan setiap tahun selalu saja menimbulkan masalah. Setiap UN digelar, sejumlah kerunyaman mengiringinya. Keterlambatan pengiriman soal ke daerah, kebocoran soal dan kunci jawaban, kecurangan siswa yang dibiarkan atau didukung guru, pemalsuan nilai oleh guru dan kepala sekolah, serta bentuk penyimpangan lain nyaris selalu terjadi. 

           UN pun kemudian lebih dirasakan sebagai bagian dari masalah ketimbang sebagai solusi  yang mampu mengatasi problem pendidikan. Serangkaian persoalan yang ditimbulkannya mengindikasikannya sebagai program yang lebih mendatangkan mudarat daripada manfaat. Masifnya penyimpangan dan manipulasi dalam UN menyebabkannya tidak dapat dijadikan instrumen untuk mengukur dan menilai tingkat keberhasilan atau pencapaian pendidikan selain malah membuka aib akan banyaknya praktik kotor dalam dunia pendidikan serta kian memperburuk mutu dan menambah keterpurukan dunia pendidikan kita.

    Pemborosan dan Kesenjangan
           Ditambah dengan biaya penyelenggaraannya yang mahal –– setiap pelaksanaan UN membutuhkan dana Rp 500-an miliar –– UN kian terasa sebagai proyek pemborosan yang memberatkan negara. Setiap tahun dana Rp 500-an miliar dihabiskan hanya untuk membiayai sebuah evaluasi pendidikan yang sarat penyimpangan dan kecurangan. Ini jelas ironi yang tak mencerminkan nilai-nilai paedagogi dan edukasi. Ini tak bisa lagi dianggap sebagai kejadian insidental dan kasuistis, tetapi sudah bersifat patologis permanen, karena penyimpangan dan kecurangan terjadi berulang-ulang setiap tahun.
           
           Sementara itu, pemetaan mutu pendidikan sebagai salah satu fungsi UN juga tak pernah jelas implementasi dan akuntabilitasnya. Lebih dari sepuluh tahun penyelenggaraan UN, publik tidak pernah mendapat gambaran yang jelas dan clear mengenai persebaran mutu pendidikan di Indonesia karena sosialisasi dan publikasi mengenai hal itu oleh Kemendikbud minim sekali dilakukan. Di sisi lain, upaya konkret untuk memperbaiki serta melakukan pemerataan mutu pendidikan juga tak pernah dilakukan dengan terencana, terstruktur, dan kontinu. Selama ini masih terus terjadi kesenjangan mutu pendidikan antara kota dan desa serta antara Jawa dan luar Jawa.

    Ironi Kejujuran
           Setelah menyadari banyaknya kecurangan dalam penyelenggaraan UN, belakangan Kemendikbud mencanangkan dan menyosialisasikan jargon dalam upaya menekan terjadinya kecurangan. Kepada para pemangku kepentingan, terutama siswa dan guru, Kemendikbud menekankan bahwa hal utama dalam mengikuti dan mengerjakan soal-soal UN adalah berlaku jujur, jujur, dan jujur (kata ‘jujur’ disebut tiga kali); barulah setelah itu prestasi  (meraih nilai setinggi-tingginya). Jargon ini terdengar baik, positif, dan indah; tetapi masalahnya, apakah sudah diimplementasikan dengan optimal?
           
           Hingga kini belum tampak upaya konkret yang dilakukan Kemendikbud untuk mengeksekusi agendanya itu dengan kebijakan yang konkret, tegas, dan berdampak. Sejauh yang terlihat di media massa, Kemendikbud cenderung hanya memberikan imbauan, belum melakukan pencegahan dan memberikan tindakan nyata. Alhasil, pelaksanaan UN untuk SMA dan SMK pertengahan April lalu pun masih banyak diwarnai kecurangan dan penyimpangan.

           Penyimpangan paling menonjol yang terjadi kali ini adalah pembocoran soal ke internet serta jual beli kunci jawaban. Kecurangan jenis ini jelas sekali otak dan pelaku utamanya adalah orang dalam Kemendikbud. Tidak mungkin soal UN bocor keluar tanpa keterlibatan orang dalam. Kejahatan seperti ini hampir selalu terulang setiap tahun, tetapi kita sangat jarang melihat tindakan nyata yang dilakukan oleh Kemendikbud untuk mengatasi dan menuntaskannya.

           Maka, imbauan untuk berlaku jujur kepada siswa dan guru dalam pelaksanaan UN menjadi sangat ironis serta terasa sebagai upaya pelemparan tanggung jawab. Seharusnya Kemendikbud lebih dahulu melakukan pembersihan dan penindakan ke dalam sebab kecurangan yang terjadi sebagian besar bermula dari kejahatan yang dilakukan para oknum aparat Kemendikbud sendiri (dalam bentuk pembocoran dan jual beli soal).

    Moratorium
            Banyaknya penyimpangan yang terus-menerus terjadi setiap tahun dalam UN kiranya sudah jelas menunjukkan bahwa UN merupakan program yang gagal. Beberapa manfaat UN, seperti sebagai sarana pemetaan mutu pendidikan dan referensi untuk pendaftaran ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tak sebanding dengan masifnya kecurangan yang timbul, yang menyebabkan hasil UN tak lagi valid, representatif, dan kredibel untuk mengukur hasil kegiatan pendidikan. Oleh sebab itu, UN harus dimoratorium untuk kemudian diganti dengan kebijakan evaluasi lain yang lebih bebas dari berbagai bentuk penyimpangan sehingga hasilnya lebih valid, representatif, dan kredibel. 

    Komitmen Indonesia dalam Pembentukan Instrumen HAM Internasional

           Sebagai negara yang peduli terhadap upaya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, Indonesia telah menunjukkan komitmen dan peran serta dalam pembentukan instrumen hak asasi manusia internasional. Komitmen dan peran serta tersebut ditunjukkan dengan memberikan persetujuan dan ratifikasi (pengesahan) atas beberapa deklarasi, perjanjian, dan konvensi hak asasi manusia internasional. Sebagai anggota PBB, misalnya, Indonesia menyetujui instrumen-instrumen hak asasi manusia yang dihasilkan oleh PBB. 

           Adapun terhadap instrumen hak asasi manusia internasional lain yang dianggap relevan dengan kondisi dan upaya pemajuan hak asasi manusia di dalam negeri, Indonesia juga telah melakukan ratifikasi. Instrumen hak asasi manusia internasional yang sudah diratifikasi Indonesia dengan sendirinya menjadi ketentuan hukum yang berlaku dan mengikat di wilayah Indonesia. Instrumen hak asasi manusia yang sudah diratifikasi Indonesia, antara lain, sembilan konvensi yang sudah disinggung di artikel lain dari blog ini (baca kembali bagian “Beberapa Konvensi atau Traktat Lain” yang memaparkan sembilan butir instrumen internasional hak asasi manusia). Beberapa instrumen hak asasi manusia penting lain yang juga diratifikasi Indonesia, antara lain, sebagai berikut:

    1. Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik (International Convenant of Civil and Political Rights);
    2. Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Convenant of Economic, Social, and Cultural Rights); 
    3. Konvensi Internasional untuk Penghentian Pembiayaan Terorisme (International Convention for the Supression of the Financing Terrorism); 
    4. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of Child);
    5. Konvensi tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women).

    Instrumen Hak Asasi Manusia

           Coba bayangkanlah, jika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita tidak dilandasi aturan hukum –– dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan (undang-undang dasar, undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya) –– apa yang akan terjadi? Tanpa peraturan perundang-undangan, mungkinkah kita dapat hidup tertib, aman, terlindungi, dan saling menghormati sebagai masyarakat, bangsa, dan negara? Tanpa peraturan perundang-undangan, apakah aktivitas bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat berjalan seperti yang kita saksikan selama ini?

           Salah satu faktor –– bahkan dapat dikatakan sebagai faktor utama –– yang menjadikan kita tetap tegak dan berdiri sebagai bangsa dan negara adalah keberadaan peraturan perundang-undangan. Berkat peraturan perundang-undangan, pemerintah dapat menjalankan tugas, wewenang, dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan sehingga kehidupan bernegara dapat berjalan sebagaimana mestinya. Berkat peraturan perundang-undangan pula, rakyat di sisi satu mendapat jaminan untuk melaksanakan hak-haknya sehingga tidak mengalami penindasan dan penjajahan (oleh pemerintahnya sendiri) serta di sisi lain melaksanakan kewajiban-kewajibannya sehingga tidak terjadi anarki dan penghancuran terhadap pemerintahan yang sah. Berkat peraturan perundang-undangan, antarwarga masyarakat saling menghormati dan bekerja sama serta antara masyarakat dan pemerintah saling menghargai sehingga tidak terjadi permusuhan, kekacauan, dan kehancuran.

           Nah, peraturan perundang-undangan itulah yang dalam istilah lain lazim disebut sebagai instrumen hukum. Instrumen hukum merupakan alat, kelengkapan, atau dokumen resmi hukum yang diciptakan dan diberlakukan untuk mengatur sistem dan mekanisme tertentu dalam upaya mewujudkan ketertiban, keteraturan, kemantapan, keamanan, dan hal-hal positif lain. Instrumen hukum lazim berwujud atau dibuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan menteri (termasuk juga, tentunya, undang-undang dasar atau konstitusi). 

           Dan demikianlah, untuk urusan yang penting seperti hak asasi manusia (HAM), instrumen hukum dirasakan perlu untuk diatur dengan jelas dan tegas. Instrumen hukum nasional hak asasi manusia merupakan peraturan perundang-undangan yang berlaku di seluruh wilayah negara kita yang ditetapkan untuk mengatur persoalan hak asasi manusia masyarakat Indonesia sehingga perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia masyarakat mendapat jaminan yang pasti. Dengan ditetapkan dan diberlakukannya peraturan perundang-undangan mengenai hak asasi manusia berikut persoalan yang melingkupinya, hak asasi masyarakat Indonesia (diharapkan) tidak mengalami pelanggaran baik oleh sesama anggota masyarakat, aparat keamanan, maupun pemerintah. Adapun jika terjadi pelanggaran, penanganannya dari segi hukum pun menjadi lebih jelas dan tersistem karena sudah tersedia perangkat-perangkatnya (misalnya, pasal yang dilanggar serta sanksi dan hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelanggar).

           Dalam pada itu, di tingkat internasional pun terdapat beberapa instrumen hukum hak asasi manusia. Instrumen di tingkat internasional ditetapkan oleh lembaga internasional yang berkompeten. Instrumen ini digunakan untuk mencegah dan menanggulangi pelanggaran hak asasi manusia internasional dalam upaya penegakan dan perlindungan hak asasi manusia masyarakat internasional.

    Instrumen Hukum Nasional Hak Asasi Manusia

           Setelah memasuki era reformasi tahun 1998, pengaturan hak asasi manusia dalam tata hukum di Indonesia mengalami kemajuan pesat. Bahkan, dapat dikatakan sangat pesat jika dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Seperti kita ketahui, pada tahun 1999–2002, UUD 1945 mengalami amendemen dengan di antaranya mengalami penambahan bab khusus tentang hak asasi manusia. Selain itu, ditetapkan dan disahkan pula berbagai peraturan perundang-undangan lain yang khusus mengatur masalah hak asasi manusia.

           Era reformasi benar-benar membawa berkah yang positif bagi upaya memajukan hak asasi manusia di Indonesia. Era ini mendorong terjadinya perkembangan hak asasi manusia yang menggembirakan dari segi pengaturannya dalam hukum. Maka, selain instrumen hukum yang lebih dahulu muncul, yakni Pancasila dan UUD 1945, lahir beberapa instrumen hukum penting lain mengenai hak asasi manusia, seperti Tap. XVII MPR/1998, UU No. 9/1998, UU No. 5/1998, UU No. 39/-1999, UU No. 26/2000, Perpu No. 1/1999, dan  Keppres No. 181/1998. 

    1.    Pancasila
           Sebagai dasar negara yang menjadi landasan hukum tertinggi bagi bangsa Indonesia, Pancasila memberikan rambu-rambu tentang hak asasi manusia. Pancasila memberikan arahan tentang hak asasi manusia melalui nilai-nilai yang terkandung dalam beberapa silanya. Nilai atau rambu yang berkaitan dengan hak asasi manusia dalam Pancasila, antara lain, sebagai berikut.
    • Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta, termasuk manusia sebagai salah satu penghuninya. 
    • Tuhan menciptakan manusia dengan disertai akal, hati nurani, dan martabat yang mulia.
    • Tuhan menganugerahkan hidup, kebebasan, dan harta milik kepada manusia. 
    • Sebagai makhluk yang bermartabat mulia, manusia dibebani kewajiban-kewajiban sebagai berikut:  
      • bersyukur dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 
      • mencintai sesama manusia dengan memelihara hubungan dengan sesama serta menjaga persatuan; 
      • menghargai serta memelihara hak hidup, kemerdekaan, dan hak milik; 
      • melaksanakan hukum yang berlaku; 
      • cinta, berbakti, dan mengabdi pada tanah air, bangsa, dan negara; 
      • mencintai dan membela keadilan dan kebenaran.

    2.    UUD 1945
           UUD 1945 memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia secara jelas dan meyakinkan. Selain dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan perihal hak kemerdekaan serta upaya perlindungan dan pemajuan kehidupan bangsa, dalam batang tubuh juga diatur hak asasi manusia warga negara. Beberapa pasal yang mengatur masalah hak asasi manusia, antara lain, pasal 28A, pasal 28B, pasal 28C, pasal 28D ayat (1), pasal 28D ayat (3), pasal 28E ayat (3), pasal 28F, pasal 28G ayat (a), dan pasal 28J ayat (1). Isi pokok dari pasal-pasal tersebut sebagian sudah diuraikan dalam tulisan lain di blog ini (periksa “Jenis-Jenis Hak Asasi Manusia menurut UUD 1945”). Adapun uraian lengkap dan terperincinya dapat dibaca langsung dalam buku UUD 1945 hasil amendemen.

    3.  Tap. XVII MPR Tahun 1998
           Tap. XVII/MPR/1998 tentang Piagam Hak Asasi Manusia merupakan bentuk penegasan kembali mengenai pengakuan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia terhadap hak asasi manusia. Tap MPR ini dikeluarkan untuk memenuhi tuntutan reformasi dalam bidang hukum serta penegakan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Tap. XVII/MPR/1998 dapat dikatakan berisi pernyataan, deklarasi, atau piagam hak asasi manusia versi bangsa Indonesia. Adapun isi pernyataan atau piagam hak asasi manusia dalam ketetapan ini adalah sebagai berikut.
    • Bahwa manusia ialah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berperan sebagai pengelola dan pemelihara alam secara seimbang dan serasi dalam ketaatan kepada-Nya. Manusia dianugerahi hak asasi dan memiliki tanggung jawab serta kewajiban untuk menjamin keberadaan, harkat, dan martabat kemuliaan kemanusiaan serta menjaga keharmonisan kehidupan. 
    • Bahwa hak asasi adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapa pun. Selanjutnya, manusia juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.
    • Bahwa didorong oleh jiwa dan semangat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, bangsa Indonesia mempunyai pandangan mengenai hak asasi dan kewajiban manusia, yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
    • Bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 telah mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The Declaration of Human Rights). Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam deklarasi tersebut.
    • Bahwa perumusan hak asasi manusia pada dasarnya dilandasi oleh pemahaman suatu bangsa terhadap citra, harkat, dan martabat diri manusia itu sendiri. Bangsa Indonesia memandang bahwa manusia hidup tidak terlepas dari Tuhannya, sesama manusia, dan lingkungan.
    • Bahwa bangsa Indonesia pada hakikatnya menyadari, mengakui, dan menjamin serta menghormati hak asasi manusia orang lain sebagai kewajiban. Oleh karena itu, hak asasi manusia dan kewajiban manusia terpadu dan melekat pada diri manusia serta pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, anggota suatu bangsa, warga negara, serta anggota masyarakat bangsa-bangsa.
    • Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka bangsa Indonesia menyatakan piagam hak asasi manusia.
           Tap. XVII/MPR/1998 mengamanatkan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan aparat pemerintah untuk menghormati, menegakkan, melindungi, dan menyebarkan pemahaman tentang hak asasi manusia kepada masyarakat. Lembaga-lembaga tinggi negara dan pemerintah juga diamanatkan untuk turut mengesahkan (meratifikasi) instrumen-instrumen hak asasi manusia dari PBB sejauh tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. 

           Isi piagam di depan tersebut masih bersifat umum. Untuk menjabarkannya lebih terperinci dan operasional, Tap. XVII/MPR/1998 juga memuat ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia ke dalam sejumlah bab dan pasal. Rumusan hak-hak asasi manusia dalam bab ketetapan MPR ini, antara lain, sebagai berikut.
    • Bab I mengatur hak untuk hidup.
    • Bab II mengatur hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. 
    • Bab III mengatur hak pengembangan diri. 
    • Bab IV mengatur hak keadilan.
    • Bab V mengatur hak kemerdekaan. 
    • Bab VI mengatur hak kebebasan informasi. 
    • Bab VII mengatur hak keamanan. 
    • Bab VIII mengatur hak kesejahteraan. 

    4.   UU No. 9 Tahun 1998
          UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum adalah undang-undang yang mengatur hak-hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di hadapan umum. Penyampaian pendapat di muka umum, menurut undang-undang ini, memiliki pengertian menyampaikan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan di depan orang banyak atau orang lain, termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan/atau dilihat setiap orang yang dilakukan secara lisan, tulisan, dan sebagainya. Bentuk penyampaian pendapat secara lisan,  antara lain, meliputi pidato, dialog, dan diskusi. Bentuk penyampaian secara tulisan, antara lain, meliputi petisi, gambar, pamflet, poster, brosur, selebaran, dan spanduk. 

           Penyampaian pendapat di muka umum ini dapat dilakukan dengan cara unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas. Penyampaian pendapat dapat dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok. Berikut ini dikutip beberapa pasal tentang pengaturan hak penyampaian pendapat di muka umum yang terdapat dalam UU No. 9/1998. 
    • Pasal 2 Ayat (1) mengatur hak untuk bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 
    • Pasal 5 mengatur hak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum. 
    • Pasal 6 mengatur kewajiban warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan moral, menaati hukum dan perundang-undangan, menjaga keamanan dan ketertiban umum, serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. 
    • Pasal 7 mengatur kewajiban dan tanggung jawab aparatur negara, antara lain, untuk melindungi hak asasi manusia dan melakukan pengamanan dalam kegiatan penyampaian pendapat di muka umum. 
    • Pasal 8 mengatur hak masyarakat untuk berperan serta secara bertanggung jawab dan berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung aman, tertib, dan damai.
    • Pasal 9 Ayat (3) mengatur larangan kepada peserta kegiatan penyampaian pendapat di muka umum untuk membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum. 

    5.    UU No. 5 Tahun 1998
           UU No. 5/1998 mengatur tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau  Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia. Isi pokok undang-undang ini adalah bahwa Indonesia menyetujui dan akan melaksanakan isi konvensi tersebut. Konvensi anti penyiksaan ini dihasilkan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB serta telah disepakati dan disahkan oleh tidak kurang dari 105 negara.

          Pada intinya, konvensi itu menentang segala bentuk penyiksaan, perlakuan, atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia. Konvensi terdiri atas pembukaan dan batang tubuh. Pembukaan berisi enam paragraf, sedangkan batang tubuh berisi tiga bab yang terdiri atas 33 pasal. Di dalam pembukaan, antara lain, ditegaskan bahwa tujuan konvensi ini adalah mengefektifkan perjuangan di seluruh dunia dalam menentang penyiksaan, perlakuan, atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.

    6.    UU No. 39 Tahun 1999
           UU No. 39/1999 adalah undang-undang yang khusus mengatur Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini terdiri atas sebelas bab dan 106 pasal. Kesebelas bab tersebut selengkapnya mengatur hal-hal sebagai berikut:
    • Ketentuan Umum (Bab I),
    • Asas-Asas Dasar (Bab II),
    • Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia (Bab III),
    • Kewajiban Dasar Manusia (Bab IV),
    • Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah (Bab V),
    • Pembatasan dan Larangan (Bab VI),
    • Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Bab VII),
    • Partisipasi Masyarakat (Bab VIII),
    • Pengadilan Hak Asasi Manusia (Bab IX),
    • Ketentuan (Bab X), serta
    • Penutup (Bab XI).
           Pada bagian lain telah dijelaskan jenis-jenis hak asasi manusia. Di dalamnya terdapat sepuluh jenis hak asasi manusia, yang sebagiannya sudah dipaparkan. Di antara kesepuluhnya, terdapat hak wanita dan hak anak. Pengaturan hak wanita dan anak secara khusus adalah kemajuan yang menggembirakan dalam memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kaum wanita dan anak-anak, dua golongan dalam masyarakat yang selama ini sering menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia.

           Selain itu, diatur juga perihal kewajiban dan tanggung jawab pemerintah serta kewajiban dasar manusia. Pemerintah dibebani kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia di Indonesia. Namun, di sisi lain, setiap warga negara, selain memiliki sejumlah hak dasar, juga dibebani sejumlah kewajiban. Kewajiban yang dimaksud, antara lain, menghormati hak asasi orang lain dan tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang. Disebutkan bahwa setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik.

    7.    UU No. 26 Tahun 2000
           UU No. 26/2000 mengatur tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini ditetapkan dan disahkan untuk mencabut sekaligus memperbaiki Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1/1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dengan berlakunya UU No. 26/2000, berarti Perpu No. 1/1999 tak berlaku lagi. UU No. 26/2000 berisi sepuluh bab dan terdiri atas 51 pasal. Hal-hal yang diatur, di antaranya, kedudukan dan tempat kedudukan pengadilan hak asasi manusia, kewenangan pengadilan hak asasi manusia, perlindungan terhadap korban dan saksi, serta ketentuan pidana kasus pelanggaran hak asasi manusia.

           Disebutkan oleh undang-undang ini bahwa pengadilan hak asasi manusia khusus bertugas menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia yang tergolong berat. Adapun pelanggaran hak asasi manusia yang masuk kategori berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan akan dijelaskan terperinci dalam Bab V tentang pelanggaran hak asasi manusia). Berikut ini dipaparkan beberapa isi pasal yang terdapat dalam UU No. 26/2000.
    • Pasal 23 Ayat (1) menyatakan, penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung. 
    • Pasal 25 menyatakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. 
    • Pasal 34 ayat (1) menetapkan, setiap korban dan saksi dalam pelanggaran berat hak asasi manusia berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak mana pun. 

    8.    Keppres No. 181 Tahun 1998
           Keputusan Presiden No. 181/1998 ini tergolong unik. Peraturan perundang-undangan yang satu ini merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap kaum perempuan Indonesia. Keppres tersebut mengatur pembentukan komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan.

           Di dalamnya diatur pembentukan, asas, dan sifat komisi yang dimaksud. Dalam rangka mencegah, menanggulangi, dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, dibentuk komisi yang bernama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Komisi ini berasaskan Pancasila dan bersifat independen.

           Keppres No. 181/1998 berisi lima bab dan terdiri atas 17 pasal. Berikut ini adalah contoh beberapa pasal yang terdapat di dalamnya.
    • Pasal 4 menetapkan tiga tujuan pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Ketiganya adalah sebagai berikut:
      • menyebarluaskan pemahaman mengenai segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia, 
      • mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, serta 
      • meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia perempuan.
    • b) Pasal 7 menetapkan, anggota Komisi Paripurna adalah tokoh-tokoh yang harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
      • telah aktif memperjuangkan hak asasi manusia dan/atau memajukan kepentingan perempuan, 
      • mengakui adanya masalah ketimpangan jender,
      • menghargai kemajemukan agama dan ras/etnisitas (suku) serta peka terhadap perbedaan kelas ekonomi, dan 
      • peduli terhadap upaya pencegahan dan penghapusan segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan.