Tuesday, 27 December 2016

Konflik Membuat Hidup Manusia Menjadi Lebih Dewasa dan Bijaksana

Sebuah peribahasa menyatakan, “Tak ada gading yang tak retak.” Makna peribahasa terkenal ini adalah tidak ada manusia yang sempurna atau semua manusia memiliki kelemahan atau kekurangan. Peribahasa ini menjadi penanda bahwa karena manusia memiliki kelemahan, maka manusia tidak mungkin selamanya mampu mengendalikan perasaan dan keinginannya, termasuk perasaan dan keinginan yang dapat merugikan sesamanya (tetangganya, teman sepermainannya, teman kerjanya, mitra bisnisnya, atasannya, bawahannya, bahkan saudaranya, istrinya, suaminya, anaknya, atau orang tuanya sendiri). Oleh karena semua manusia memiliki perasaan dan keinginan yang suatu saat dapat merugikan sesamanya, maka suatu saat manusia akan terlibat konflik dengan sesamanya. Dan oleh karena setiap manusia memiliki potensi konflik dengan sesamanya, maka kumpulan manusia yang disebut masyarakat  tidak mungkin selamanya akan terhindar dari konflik pula sehingga peribahasa “Tak ada gading yang tak retak” jika digunakan untuk menggambarkan kehidupan masyarakat yang penuh dengan perbedaan perasaan dan keinginan akan berubah menjadi “Tak ada masyarakat yang tak terlibat konflik.”
Istilah lain yang dapat digunakan untuk mewakili perasaan dan keinginan manusia adalah ‘kepentingan’. Manusia memiliki kepentingan karena punya perasaan dan keinginan atau manusia memiliki perasaan dan keinginan sehingga ia punya kepentingan. Seorang politisi yang berkepentingan untuk menjadi gubernur, misalnya, lazim disebut sebagai orang yang memiliki keinginan untuk menduduki jabatan gubernur serta akan merasa senang jika mampu menjadi gubernur. Kepentingan itulah yang kemudian menjadi kata umum untuk mewadahi perasaan dan keinginan seseorang dalam kehadiran dan interaksinya dengan orang lain di tengah masyarakat.
Di tengah masyarakat ada begitu banyak kepentingan karena setiap individu memiliki perasaan dan keinginan yang juga banyak dan bermacam-macam. Sebagian kepentingan yang terdapat dalam masyarakat bisa saja memiliki kesamaan, tetapi umumnya berbeda-beda. Di dalam masyarakat hidup ribuan hingga jutaan individu yang mustahil semuanya memiliki kepentingan (perasaan dan keinginan) yang sama sehingga dapat dipastikan bahwa kepentingan yang terdapat dalam masyarakat bermacam-macam dan berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan kepentingan inilah yang dalam hubungan atau interaksi antarindividu dalam masyarakat dapat memicu terjadinya ketegangan dan konflik. Perbedaan kepentingan, jika hanya sekadar berbeda, kemungkinan hanya akan menimbulkan ketegangan; tetapi jika saling bertolak belakang, yang terjadi adalah pertentangan (konflik).
Demikianlah, di dunia ini tidak mungkin ada sebuah masyarakat atau komunitas yang sepenuhnya dan selamanya bebas dari konflik karena di dalamnya selalu ada perbedaan kepentingan. Jangankan sebuah masyarakat yang di dalamnya ada ratusan atau ribuan individu, sebuah rumah tangga yang hanya terdiri atas sepasang suami-istri saja dapat mengalami perbedaan kepentingan yang tajam hingga keduanya terlibat konflik dan perceraian. Sudah menjadi bagian dari hukum alam bahwa manusia dilahirkan dengan fisik, perasaan, dan keinginan yang berbeda-beda sehingga memiliki kepentingan yang berbeda-beda pula. Sudah menjadi keniscayaan pula bahwa perbedaan kepentingan akan menyebabkan terjadinya pertentangan atau konflik. Oleh karena itu, ada ungkapan yang menyatakan bahwa tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik di antara para anggotanya atau konflik dengan kelompok masyarakat lain –– konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Itulah sebabnya, berharap dapat hidup sepenuhnya bebas dari konflik bukanlah harapan yang realistis. Harapan itu hanya dapat terwujud jika seorang individu sepenuhnya hidup menyendiri –– suatu hal yang mustahil pula karena manusia merupakan makhluk sosial. Konflik, besar atau kecil, akan selalu muncul selama ada kehidupan manusia di dunia karena konflik adalah bagian dari dinamika hidup manusia itu sendiri. Konflik menjadi hal yang tak perlu ditakuti dan dihindari, melainkan dihadapi dan dikelola dengan arif sehingga tidak menyebabkan hidup menjadi menakutkan dan penuh tekanan, melainkan menjadi lebih bermakna serta membuat orang bersikap dewasa.
Dari konflik, manusia dapat mengambil banyak hikmah dan pelajaran. Dari konflik, manusia menjadi lebih hati-hati, lebih waspada, dan lebih tertata dalam melakukan pengendalian diri. Berkat konflik, manusia menjadi lebih bijak dalam berinteraksi dengan sesama, lebih berpengalaman dalam mengatasi kesulitan hidup, serta lebih arif dan pandai dalam melakukan antisipasi terhadap konflik yang akan terjadi berikutnya.


No comments:

Post a Comment