Sebuah peribahasa menyatakan, “Tak ada
gading yang tak retak.” Makna peribahasa terkenal ini adalah tidak ada manusia
yang sempurna atau semua manusia memiliki kelemahan atau kekurangan. Peribahasa
ini menjadi penanda bahwa karena manusia memiliki kelemahan, maka manusia tidak
mungkin selamanya mampu mengendalikan perasaan dan keinginannya, termasuk
perasaan dan keinginan yang dapat merugikan sesamanya (tetangganya, teman
sepermainannya, teman kerjanya, mitra bisnisnya, atasannya, bawahannya, bahkan
saudaranya, istrinya, suaminya, anaknya, atau orang tuanya sendiri). Oleh
karena semua manusia memiliki perasaan dan keinginan yang suatu saat dapat
merugikan sesamanya, maka suatu saat manusia akan terlibat konflik dengan
sesamanya. Dan oleh karena setiap manusia memiliki potensi konflik dengan
sesamanya, maka kumpulan manusia yang disebut masyarakat tidak mungkin selamanya akan terhindar dari
konflik pula sehingga peribahasa “Tak ada gading yang tak retak” jika digunakan
untuk menggambarkan kehidupan masyarakat yang penuh dengan perbedaan perasaan
dan keinginan akan berubah menjadi “Tak ada masyarakat yang tak terlibat
konflik.”
Istilah
lain yang dapat digunakan untuk mewakili perasaan dan keinginan manusia adalah
‘kepentingan’. Manusia memiliki kepentingan karena punya perasaan dan keinginan
atau manusia memiliki perasaan dan keinginan sehingga ia punya kepentingan.
Seorang politisi yang berkepentingan untuk menjadi gubernur, misalnya, lazim
disebut sebagai orang yang memiliki keinginan untuk menduduki jabatan gubernur
serta akan merasa senang jika mampu menjadi gubernur. Kepentingan itulah yang
kemudian menjadi kata umum untuk mewadahi perasaan dan keinginan seseorang
dalam kehadiran dan interaksinya dengan orang lain di tengah masyarakat.
Di
tengah masyarakat ada begitu banyak kepentingan karena setiap individu memiliki
perasaan dan keinginan yang juga banyak dan bermacam-macam. Sebagian
kepentingan yang terdapat dalam masyarakat bisa saja memiliki kesamaan, tetapi
umumnya berbeda-beda. Di dalam masyarakat hidup ribuan hingga jutaan individu
yang mustahil semuanya memiliki kepentingan (perasaan dan keinginan) yang sama
sehingga dapat dipastikan bahwa kepentingan yang terdapat dalam masyarakat bermacam-macam
dan berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan kepentingan inilah yang dalam hubungan
atau interaksi antarindividu dalam masyarakat dapat memicu terjadinya
ketegangan dan konflik. Perbedaan kepentingan, jika hanya sekadar berbeda,
kemungkinan hanya akan menimbulkan ketegangan; tetapi jika saling bertolak
belakang, yang terjadi adalah pertentangan (konflik).
Demikianlah,
di dunia ini tidak mungkin ada sebuah masyarakat atau komunitas yang sepenuhnya
dan selamanya bebas dari konflik karena di dalamnya selalu ada perbedaan
kepentingan. Jangankan sebuah masyarakat yang di dalamnya ada ratusan atau
ribuan individu, sebuah rumah tangga yang hanya terdiri atas sepasang
suami-istri saja dapat mengalami perbedaan kepentingan yang tajam hingga
keduanya terlibat konflik dan perceraian. Sudah menjadi bagian dari hukum alam
bahwa manusia dilahirkan dengan fisik, perasaan, dan keinginan yang
berbeda-beda sehingga memiliki kepentingan yang berbeda-beda pula. Sudah
menjadi keniscayaan pula bahwa perbedaan kepentingan akan menyebabkan
terjadinya pertentangan atau konflik. Oleh karena itu, ada ungkapan yang
menyatakan bahwa tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik
di antara para anggotanya atau konflik dengan kelompok masyarakat lain ––
konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Itulah sebabnya, berharap dapat hidup sepenuhnya bebas dari
konflik bukanlah harapan yang realistis. Harapan itu hanya dapat terwujud jika
seorang individu sepenuhnya hidup menyendiri –– suatu hal yang mustahil pula
karena manusia merupakan makhluk sosial. Konflik, besar atau kecil, akan selalu
muncul selama ada kehidupan manusia di dunia karena konflik adalah bagian dari
dinamika hidup manusia itu sendiri. Konflik menjadi hal yang tak perlu ditakuti
dan dihindari, melainkan dihadapi dan dikelola dengan arif sehingga tidak
menyebabkan hidup menjadi menakutkan dan penuh tekanan, melainkan menjadi lebih
bermakna serta membuat orang bersikap dewasa.
Dari konflik, manusia dapat mengambil banyak hikmah dan
pelajaran. Dari konflik, manusia menjadi lebih hati-hati, lebih waspada, dan
lebih tertata dalam melakukan pengendalian diri. Berkat konflik, manusia
menjadi lebih bijak dalam berinteraksi dengan sesama, lebih berpengalaman dalam
mengatasi kesulitan hidup, serta lebih arif dan pandai dalam melakukan
antisipasi terhadap konflik yang akan terjadi berikutnya.
No comments:
Post a Comment